BERBAGAI SISTEM PENGGEMUKAN SAPI POTONG
1.1. Latar
Belakang
Usaha penggemukan sapi
potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang
mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dimasa depan. Hal ini terbukti
dengan semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil,
menengah maupun swasta atau komersial.
Usaha penggemukan sapi pada
dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan
pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan input pakan serta
sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang
ekonomis.
Beberapa jenis sapi potong yang menyebar di Indonesia
diantaranya sapi ongole, sapi peranakan ongol, sapi Brahman, sapi bali, sapi
Madura dan sapi peranakan Friesian Holstein (PFH).
Upaya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan daging yang
berasal dari ternak local perlu ditingkatkan usaha peternakan tradisional
kearah pengusaan yang lebih maju dan menguntungkan misalnya dengan system
penggemukan.
Penggemukan sapi pada dasarnya adalah mendayagunakan
potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot badan yang efisien
dengan memanfaatkan input pakan serta sarana produksi lainnya, sehingga
menghasilkan nilai tambah usaha yang ekonomis.
Tujuan penggemukan ternak sapi adalah untuk meningkatkan
produksi daging persatuan ekor, meningkatkan jumlah penawaran daging secara
efisien tanpa memotong sapi lebih banyak, menanggulangi populasi ternak sapi
yang menurun akibat pemotongan dan dapat
menghindari pemotongan sapi betina umur produktif.
Dalam usaha penggemukan sapi potong, selain dapat
memperbaiki kualitas daging dan menaikkan harga jual ternak, juga dapat
meningkatkan nilai tambah dari pupuk kandang yang dihasilkan ternak sapi. Artinya,
pupuk kandang yang diproduksikan pada waktu penggemukan itu dapat lebih
ditingkatkan nilai ekonomisnya.
Sejauh ini dikenal empat sistem penggemukan yang
sering diterapkan dipeternakan-peternakan tertentu, yakni sistem pasture
fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi yakni pasture dan dry lot
fattening dan yang keempat yakni sistem kereman atau penggemukan dry lot
fattening yang lebih sederhana. Dari keempat sistem penggemukan di atas,
masing-masing memiliki manajemen yang berbeda serta memiliki kelebihan serta
kelemahan. Pada prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada
teknik pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi
sapi yang akan digemukkan serta lama penggemukan.
1.2. Tujuan dan
Manfaat
Dari
latar belakang diatas yang menjadi permasalahan
pada makalah ini yaitu untuk mengetahui manajemen penggemukan sapi potong
yang dipelihara dengan keempat sistem manajemen penggemukan yang berbeda yakni
sistem pasture fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi pasture fattening
dan dry lot fattening serta sistem kereman atau dry lot fattening secara
sederhana.
Sedangkan Manfaat yang ingin dicapai dari pembuatan
makalah yaitu untuk mengetahui informasi mengenai manajemen penggemukan dengan
sistem pemeliharaan yang berbeda-beda.
PEMBAHASAN
2.1. Teknik Penggemukan Ternak Sapi Di Padang
Penggembalaan (Sistem Pasture Fattening)
Pasture Fattening merupakan suatu
sistem penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara menggembalakan sapi di
padang penggembalaan. Tidak ada penambahan pakan berupa konsentrat maupun
biji-bijian sehingga pakan yang tersedia hanya berasal dari hijauan yang
terdapat di padang penggembalaan. Oleh karena itu, hijauan yang terdapat di
padang penggembalaan disamping rumput-rumputan yang ada, haruslah ditanami
dengan leguminosa agar kualitas hijauan yang ada di padang penggembalaan itu
lebih tinggi. Apabila hanya mengandalkan rumput-rumputan saja dan tanpa
penanaman leguminosa maka tidak dapat diharapkan pertambahan bobot badan sapi
yang lebih tinggi. Apabila sistem penggemikan sapi pasture fattening akan di
aplikasikan di Indonesia maka jenis leguminosa yang disarankan untuk ditanam di
padang-padang penggembalaan adalah Arachis, Centrosema, Lamtoro, Siratro,, dan
Desmodium trifolium
Metode
penggemukan ini umumnya dilakukan di lahan yang cukup luas. Sapi-sapi bakalan
dilepaskan di padang penggembalaan selama beberapa hari, kemudian dipindahkan
ke padang penggembalaan lainnya. Dalam metode penggemukan ini, sapi-sapi
bakalan tidak diberi makanan tambahan berupa konsentrat. Demikian dilakukan
terus-menerus sapai sapi-sapi tersebut sudah layak jual.
Beberapa sistem yang digunakan pada usaha penggemukan ternak
sapi potong. Pada prinsipnya, perbedaan ini terletak pada teknik pemberian
pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan
digemukkan. Cara
termurah dan terefisien adalah memelihara ternak sapi di padang penggembalaan
yang berupa padang rumput atau dikenal dengan istilah Pasture Fattening.
Padang
penggembalaan harus selalu terpelihara dari kerusakan dan erosi. Untuk itu,
tata laksana penggembalaan harus dilakukan dengan baik. Sebelum digunakan,
kapasitas tampung setiap areal padang penggembalaan harus ditentukan terlebih
dahulu. Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi tekanan penggembalaan yang
berlebihan atau over grazing. Pada tempat-tertentu tertentu di areal padang
penggembalaan disediakan air minum yang bersih. Untuk menjaga agar sapi tidak
kekurangan mineral maka pada tempat-tempat tertentu perlu pula disediakan lempengan-lempengan
garam dapur atau mineral blok. Selain itu, areal penggembalaan sebaiknya
ditanami pohon-pohon peneduh untuk berteduh sapi, terutama pada waktu hari
sedang panas. Pohon peneduh dapat berupa lamtoro atau gamal.
Kandang pada sistem penggemukan sapi
pasture fattening hanya berfungsi sebagai tempat berteduh sapi-sapi pada waktu
malam hari atau pada waktu hari sedang sangat panas. Penggemukan dengan sistem
pasture fettening memerlukan padang penggembalaan yang relatif luas. Dari segi
biaya produksi, penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening lebih murah
dibandingkan dengan sistem lainnya. Hal ini disebabkan oleh biaya hijauan dan
upah tenaga kerja yang yang relatif lebih murah sebab tenaga kerja yang
dibutuhkan tidak banyak. Namun, karena pakan atau pakan yang diberikan berupa
hijauan dan meskipun dicampur dengan leguminosa, misalnya, pertambahan bobot
badan yang dicapai pada sistem lainnya yang menggunakan hijauan dan konsentrat
lebih tinggi. Oleh karena itu penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening
memerlukan waktu yang relatif lama, yakni sekitar 8-10 bulan.
Sapi yang digunakan pada penggemukan
sistem pasture fattening adalah sapi jantan atau betina yang minimal telah
berumur 2,5 tahun. Sapi jantan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat daripada
sapi betina sehingga waktu penggemukannya relatif singkat.
Untuk menanggulangi kesulitan
mendapatkan hijauan pada musim kemarau, disarankan menanam leguminosa pohon
seperti lamtoro atau petai cina dan gamal. Pohon-pohon tersebut di tanam di pinggir-pinggir
padang penggembalaan atau pada tempat-tempat tertentu di areal padang
penggembalaan yang dapat berfungsi pula sebagai tempat berteduh sapi pada hari
panas. Dengan demikian, apabila terjadi kekurangan hijauan pada musim kemarau,
setidaknya dapat dibantu denagn pemberian daun lamtaro atau daun gamal dari
leguminosa pohon yang ditanam. Pemberian hijaun dari leguminosa pohon sebaiknya
dilakukan pada saat sapi telah selesai merumput dan beristirahat di kandang
atau di tempat-tempat berteduh. Pemberian daun gamal pada sapi memerlukan waktu
penyesuaian agar sapi itu mau memakannya. Pemberian daun gamal pada sapi dapat
pula dilakukan dengan cara melayukannya terlebih dahulu selama semalam sebelum
diberikan pada sapi.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan
dalam pengolahan padang penggembalaan yang digunakan untuk penggemukan sapi
dengan sistem pasture fattening adalah rotasi penggunaan penggunaa padang
penggembalaan. Suatu areal padang penggembalaan dapat dibagi atas beberapa
petak dan diisi dengan beberapa ekor sapi yang digemukan. Setiap petak harus
diamati terus agar dapat ditentukan saat yang tepat melakukan rotasi.
Teknik Penggemukan
Ternak Sapi dengan (Sistem Dry Lot Fattening)
System
dry lot fattening merupakan sistem penggemukan sapi dengan pemberian ransum
atau pakan yang mengutamakan biji-bijian seperti jagung, sorgum, atau
kacang-kacangan. Pemberian
jagung yang telah digiling dan ditambah dengan pemberian hijauan yang
berkualitas sedang pada penggemukkan sapi sudah memberikan pertambahan bobot
badan yang lumayan. Namun, belakangan ini penggemukkan sapi dengan sistem
dry lot fattening bukan hanya memberikan satu jenis biji-bijian saja, tetapi
sudah merupakan suatu bentuk yang diformulasi dari berbagai jenis bahan pakan
konsentrat.
Sapi
yang digemukkan dengan sistem dry lot fattening berada terus-menerus dalam
kandang dan tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Sapi bakalan yang
digemukkan pada sistem dry lot fattening pada umumnya adalah sapi-sapi jantan
yang telah berumur lebih dari satu tahun dengan lama penggemukkan berkisar
antara 4 – 6 bulan. Untuk penggemukkan sapi atau ternak ruminansia lainnya,
kebutuhan minimal hijauan berkisar antara 0,5-0,8% bahan kering dari bobot
badan sapi yang digemukkan.
Penggemukkan
sapi dengan kombinasi pasture dan dry lot fattening banyak dilakukan di
daerah-daerah subtropis maupun tropis dengan pertimbangan musim dan
ketersediaan pakan. Di daerah tropis, pada musim banyak produksi hijauan
ataupun rumput, penggemukkan sapi dilakukan dengan pasture. Pada musim
terrtentu pada musim kemarau, sewaktu produksi hijauan sangat menurun,
penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot.
Penggemukkan sapi dengan sistem
kombinasi pasture dan dry lot fattening dapat pula diartikan dengan
mengembalakan sapi-sapi pada padang-padang pengembalaan di siang hari selama
beberapa jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi-sapi dikandangkan dan
diberi pakan konsentrat secukupnya. Sistem demikian ini umumnya terdapat pada
daerah yang luas padang pengembalaannya sudah sangat terbatas
Beberapa peternak kemudian mencoba memanfaatkan
kondisi ini. Sapi yang biasanya diberi makan rumput diganti dengan jagung.
Perubahan jenis pakan ini mengharuskan peternak untuk mengubah juga pola
pemeliharaannya. Yang tadinya digembalakan di padang rumput, akhirnya harus
dikandangkan, termasuk tidak lagi menggunakan tenaganya untuk membantu
pekerjaan di lahan pertanian.
Dibandingkan dengan sistem penggemukkan
sapi pasture fattening, lama penggemukkan sapi dengan sistem kombinasi pasture
dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi lebih lama dibandingkan dengan
sistem pasture fattening. Lama penggemukkan sapi pada umumnya dipengaruhi oleh
banyak faktor dan terutama adalah umur, kelamin, kondisi, bobot, dan kuantitas
maupun kualitas pakan yang diberikan. Dapat ditambahkan, bahwa sapi yang lebih
muda memerlukan waktu penggemukkan yang lebih lama dibandingkan dengan sapi
yang telah berumur tua.
System dry lot fattening pada ternak sapi dilakukan
pertama kali di Amerika Serikat. Pada suatu waktu di Amerika Serikat mengalami
masalah, yaitu melimpahnya produksi jagung ke titik paling rendah. Beberapa
peternak kemudian mencoba memanfaatkan kondisi ini. Sapi yang biasanya diberi
makan rumput, diganti dengan jagung. Perubahan jenis pakan ini mengharuskan
peternak untuk mengubah juga pola pemeliharaannya. Yang tadinya digembalakan da
padang penggembalaan, akhirnya harus dikandangkan, termasuk lagi tidak lagi
menggunakan tenaganya untuk membantu pekerjaan di lahan pertanian.
Sejak saat itulah ternak sapi dipaksa untuk
mngkonsumsi jagung yang sudah digiling dengan tambahan pakan hijauan sebagai
serat kasarnya. Ternyata pertambahan bobot ternak sapi yang digemukkan dengan
cara ini justru lebih tinggi daripada digembalakan di padang penggembalaan. Sehingga
di Amerika Serikat, penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening dilakukan
pada daerah pusat produksi jagung yang dikenal dengan corn belt.
Hingga saat ini, pakan
yang diberikan tidak hanya satu jenis biji-bijian saja, tetapi telah
ditambahkan berbagai bahan pakan lain dengan kadar protein tinggi. Bahan-bahan
yang biasa digunakan terdiri dari jagung giling, bungkil kelapa, dedak padi,
polard, bungkil kelapa sawit dan ampas tahu, serta penambahan mineral dan garam
dapur.
Bahan-bahan tersebut
kemudian diformulasi dalam bentuk pakan siap saji yang disebut konsentrat.
Untuk memperlancar dan mengoptimalkan proses pencernaannya, tetap diberikan
pakan hijauan dalam ukuran tertentu sebesar 0,5-0,8% bahan kering dari total
bobot sapi.
Dalam beberapa hal,
sistem ini sesungguhnya memiliki persamaan dengan sistem kereman tradisiona di
Indonesia, dimana sapi digemukkan di dalam kandang sederhana selama periode
tertentu dan pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Akan tetapi
konsentrat dalam sistem kereman di Indonesia hanya berupa satu jenis bahan
pakan seperti dedak padi atau ampas tahu saja.
Perkembangan dari
ternak sapi yang dikembangkan dengan cara ini sesungguhnya sangat bergantung
pada kualitas dan pola pemberian pakan. Pola pemberian pakan yang umum
dilakukan pada ternak sapi adalah :
Pagi hari, jam 07.00 ternak sapi diberi pakan berupa
hijauan, Pada siang hari, jam 12.00, ternak sapi diberi pakan konsentrat.
Setelah habis, ditambahkan pakan hijauan, dan Pada sore hari, jam 16.00, ternak
sapi diberi pakan konsentrat dan setelah habis diberikan pakan hijauan.
Pola tersebut di atas sudah cukup baik, namun
berdasarkan penelitian ada beberapa teknik yang terbukti dapat meningkatkan
efisiensi pemberian pakan yaitu :
Menambah frekuensi pemberian pakan dari satu kali
menjadi empat kali dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dari 63,9% menjadi
67,1%. Selain itu, penyediaan protein rumen meingkat dari 2,2 gr menjadi 3,19
gr dan Memperpanjang jarak pemberian pakan antara hijauan dengan konsentrat.
Jika terlalu pendek, dapat menyebabkan menurunnya tingkat kecernaan bahan
kering dan bahan organic pakan. Cara member pakan hijauan pada ternak sapi yang
paling tepat adalah 2 jam setelah pemberian konsentrat. Fungsi konsentrat yang
diberikan terlebih dahulu adalah untuk member pakan mikroba rumen, sehingga
ketika pakan hijauan pakan masuk rumen, mikroba rumen telah siap dan aktif
mencerna hijauan.
Sapi diberi pakan
konsentrat dan hijauan dengan porsi konsentrat lebih besar daripada hijauan. Perbandingan
hijauan : konsentrat berkisar antara 40 : 60 sampai dengan 20 : 80 (Riyanto dan
Purbowati, 2010). Saat ini, sistem dry lot fattening tidak hanya memberikan
jagung seperti pada awal penerapannya, tetapi sudah merupakan campuran
konsentrat berbagai bahan pakan berprotein tinggi.
Teknik Penggemukan
Ternak Sapi dengan Sistem Kombinasi antara
(Sistem Pasture dan Sistem Dry Lot Fattening)
Penggemukkan
sapi dengan kombinasi pasture dan dry lot fattening banyak dilakukan di
daerah-daerah subtropis maupun tropis dengan pertimbangan musim dan
ketersediaan pakan. Di daerah tropis, pada musim banyak produksi hijauan
ataupun rumput, penggemukkan sapi dilakukan dengan pasture. Pada musim
terrtentu pada musim kemarau, sewaktu produksi hijauan sangat menurun,
penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot.
Penggemukkan
sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening dapat pula diartikan
dengan mengembalakan sapi-sapi pada padang-padang pengembalaan di siang hari
selama beberapa jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi-sapi dikandangkan
dan diberi pakan konsentrat secukupnya. Sistem demikian ini umumnya terdapat
pada daerah yang luas padang pengembalaannya sudah sangat terbatas.
Dibandingkan
dengan sistem penggemukkan sapi pasture fattening, lama penggemukkan sapi
dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi
lebih lama dibandingkan dengan sistem pasture fattening. Lama penggemukkan sapi
pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan terutama adalah umur, kelamin,
kondisi, bobot, dan kuantitas maupun kualitas pakan yang diberikan. Dapat
ditambahkan, bahwa sapi yang lebih muda memerlukan waktu penggemukkan yang
lebih lama dibandingkan dengan sapi yang telah berumur tua.
Akan
tetapi ada perbedaan alas an dalam penerapannya, tergantung kepada kondisi
wilayahnya yaitu :
a.
Wilayah
subtropics : Pada wilayah subtropics penggemukan ternak sapi dengan
sistem kombinasi dilakukan karena kondisi iklimnya tidak memungkinkan untuk
dapat menyediakan pakan hijauan sepanjang waktu. Pada musim panas, dimana
ketersediaan pakan hijauan melimpah, ternak sapi diberi makan berupa rumput
dengan cara digembalakan, kemudian diberi pakan tambahan berupa konsentrat
dengan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan. Jika musim dingin tiba, terlebih
pada saat turun salju, ternak sapi akan dikandangkan secara individu dan
digemukkan dengan sistem dry lot fattening.
b.
Wilayah
tropis : Di wilayah tropis, ketersediaan pakan hijauan di padang
penggembalaan berlaku sepanjang waktu, namun terkendala oleh luas lahan padang
penggembalaan yang terbatas. Oleh sebab itu dilakukan sistem kombinasi dengan
cara digembalakan di padang rumput selama beberapa jam. Kemudian pada sore
harinya, ternak sapi akan digiring untuk masuk ke dalam kandang. Setelah itu
ternak sapi akan diberi pakan berupa konsentrat secukupnya.
Penggemukkan
sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening dapat pula diartikan
dengan mengembalakan sapi-sapi pada
padang-padang pengembalaan di siang hari selama beberapa jam, sedangkan pada
sore dan malam hari sapi-sapi dikandangkan dan diberi pakan konsentrat
secukupnya. Sistem demikian ini umumnya terdapat pada daerah yang luas
padang pengembalaannya sudah sangat terbatas.
Dibandingkan
dengan sistem penggemukkan sapi pasture fattening, lama penggemukkan sapi
dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi
lebih lama dibandingkan dengan sistem pasture fattening. Lama penggemukkan sapi
pada umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan terutama adalah umur, kelamin,
kondisi, bobot, dan kuantitas maupun kualitas pakan yang diberikan. Dapat
ditambahkan, bahwa sapi yang lebih muda memerlukan waktu penggemukkan yang
lebih lama dibandingkan dengan sapi yang telah berumur tua.
1 komentar:
Jual limbah singkong berupa bonggol singkong Rp. 750/kg dan singkong sortiran Rp 1500/kg kondisi fress (baru) untuk pakan pengemukan sapi atau untuk bahan baku tepung pati maupun tepung pakan ternak. Siap kirim 7 ton/2 hari sekali. Hub. Bpk Heru Malang - Jawa Timur. Hp/Wa 081334272800 blog saya di www.belisingkongsegar.blogspot.com
Posting Komentar