MANAJEMEN AGRIBIASNIS
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menejemen
agribisnis adalah seperangkat keputusan untuk mendukung proses agribis, mulai
dari keputusan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian hingga evaluasi kegiatan agribisnis (Bungaran, dkk. 2000).
Penerapan fungsi-fungsi menejemen dalam agribisnis berbeda dengan penerapan
dalam bisnis. Perbedaan tersebut didasarkan pada banyaknya karakteristik khusus
usaha, skala usaha, jenis komoditas dan variasi-variasi lainnya yang terdapat
pada agribisnis. Misal : penerapan fungsi perencanaan dalam agribisnis usaha
tani ternak sapi harus memperhatikan factor iklim, karakter alamiah ternak
sapi, karakter ketersediaan hijauan pakan, kemungkinan serangan penyakit ternak
dan lain sebagainya, sedangkan perencanaan dalam bidang bisnis lainnya, hal-hal
tersebut tidak ada.
Berdasarkan
macam kegiatan yang ada pada agribisnis, maka manajemen agribisnis ternak dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu : manajemen produksi dalam usaha
produksi peternakan, manajemen produksi dalam usaha penanganan dan pengelolaan
produk peternakan, manajemen pemasaran dan distribusi produk, manajemen resiko,
manajemen teknologi dan manajemen kelembagaan pendukung agribisnis.
Dalam
rangka memberikan pemahaman tentang manajemen agribisnis bagi petani ternak,
sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk keberhasilan dan
pengembangan usahatani ternaknya, maka perlu dijabarkan unsur-unsur dan subsistem-subsisten
yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya unsur dan subsistem tersebut perlu
dialokasikan kepada para petani ternak, sehingga makna dan isi dari manajemen
agribisnis tersebut dapat diresapi secara benar.
Untuk
mengalokasikan unsur dan subsistem tersebut, sangat membutuhkan tenaga
penyuluh. Penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan perubahan perilaku
penyuluh, yakni harus mampu: (a) meningkatkan profesionalisme penyuluh dengan
melakukan perbaikan mutu layanan secara terus menerus yang mengacu kepada
kebutuhan dan kepuasan pelanggannya; (b) menguasai materi penyuluhan yang
menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis, manajemen hubungan sistem
agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen, jiwa
kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing; (c) tidak menjadikan
petani dan perusahaan agribisnis lainnya sebagai obyek tetapi sebagai subyek
yang dapat menentukan masa depannya sendiri; dan (d) melakukan fungsi melayani
(konsultatif) dengan sistem “menu”.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan
makalah tentang prospek pengembangan agribisnis peternakan, yaitu :
- Untuk mengetahui pengembangan agribisnis sapi perah
- Untuk mengetahui pengembangan agribisnis ayam buras
Manfaat yang
diperoleh dari penulisan makalah tentang penerapan manajemen agribisnis
peternakan, yaitu :
1. Dapat mengetahui pengembangan agribisnis sapi perah 2. Dapat mengetahui pengembangan agribisnis ayam buras
PEMBAHASAN
A.
Prospek Dan Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Usaha
persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Seiring dengan
perkembangan waktu, perkembangan persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga
tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980) disebut fase
perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980 – 1997) disebut periode
peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997 sampai sekarang)
disebut periode stagnasi. Pada tahap I, perkembangan peternakan sapi perah
dirasakan masih cukup lambat karena usaha ini masih bersifat sampingan oleh
para peternak. Pada tahap II, pemerintah melakukan impor sapi perah secara besar-besara
pada awal tahun 1980-an. Tujuan dilakukannya impor besar-besaran adalah untuk
merangsang peternak untuk lebih meingkatkan produksi susu sapi perahnya. Selain
itu, peningkatan populasi sapi perah ditunjang oleh permintaan akan produk
olahan susu yang semakin meningkat dari masyarakat. Di samping itu, pemerintah
mencoba melalukan proteksi terhadap peternak rakyat dengan mengharuskan
Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak. Sedangkan
untuk tahap III, perkembangan sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi. Hal
tersebut dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di
samping itu, pemerintah mencabut perlindungan terhadap peternak rakyat dengan
menghapus kebijakan rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS (Inpres
No.4/1998). Kebijakan ini sebagai dampak adanya kebijakan global menuju
perdagangan bebas barrier. Berdasarkan dengan kebijakan tersebut, maka
peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri, baik dari
sisi kuantitas maupun kualitas.
1.
Tinjauan Umum Tentang Agribisnis
Agribisnis
pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan
(input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya
agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor
masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor pascaproduksi, meliputi
pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dengan demikian agribisnis peternakan
merupakan kegiatan usaha yang terkait dengan subsektor peternakan, mulai dari
penyediaan sarana produksi, proses produksi (budidaya), penanganan pasca panen,
pengolahan, sampai pemasaran produk ke konsumen (Miranti, 2001).
Menurut
Firdaus (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan
usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti
luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
a)
Agribisnis
merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang
mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu (Saragih, 1998) :
Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya.
Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya.
b)
Subsistem
usahatani (on-farm agribusiness) yang dimasa lalu disebut sistem pertanian
primer.
c)
Subsistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer
menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap saji
(ready to cook/ready to used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta
kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional;
d)
Subsistem
jasa layanan pendukung seperti perkereditan, asuransi, transportasi, pergudangan,
penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.Keempat subsistem tersebut
saling terkait dan saling menentukan. Subsistem usahatani memerlukan input dari
subsistem agribisnis hulu. Sebaliknya subsistem agribisnis hulu memerlukan
subsistem usahatani sebagai pasar produknya. Subsistem agribisnis hilir
memerlukan bahan baku untuk diolah dan diperdagangkan dari subsistem usahatani.
Ketiga subsistem di atas memerlukan subsistem jasa layanan pendukung untuk
memperlancar aktivitasnya. Dalam subsektor peternakan, subsistem hulu meliputi
industri bibit ternak, pakan ternak, obat-obatan dan vaksin ternak, serta
alat-alat dan mesin peternakan (alsinnak).
Berdasarkan jenis outputnya, subsistem usahatani dapat
digolongkan menjadi usaha ternak perah, usaha ternak potong/pedaging, usaha
ayam petelur, dan lain-lain. Subsistem agribisnis hilir meliputi usaha
pemotongan hewan, industry susu, industry pengalengan daging, industri telur
asin, industri kulit, restaurant dan lain sebagainya. Subsistem institusi
penunjang meliputi lembaga penelitian pemerintah, penyuluhan, lembaga keuangan,
kesehatan hewan dan lain-lain (Siragih, 1998).
Di dalam
sistem agribisnis peternakan, subsistem agribisnis hulu dan hilir lebih banyak
memperoleh nilai tambah dibandingkan dengan subsistem budidaya (usahatani).
Bandingkan pendapatan peternak sapi perah dengan pabrik pengolahan susu,
peternak sapi potong dengan pabrik pengolahan sosis atau perusahaan pengalengan
daging, peternak itik dengan perusahaan telur asin, dan seterusnya. Namun
subsistem budidaya merupakan subsistem utama karena produk-produk peternakan
yang digunakan oleh konsumen pada dasarnya dihasilkan oleh subsistem ini dan
tanpa subsistem ini tidak mungkin ada subsistem agribisnis hulu dan hilir.
(Yudhi, 2003).
2.
Pakan Ternak Sapi Perah
Pakan
untuk ternak, terutama untuk ternak Sapi yang sehat memerlukan jumlah pakan
yang cukup dan berkualitas. Nutrisi yang terkandung dalam pakan ternak
merupakan unsur penting untuk menjamin kesehatan sapi, pertumbuhan badan yang
optimal dan kesehatan reproduksi. Sapi muda memerlukan jumlah pakan yang terus
meningkat sampai dicapai pertumbuhan badan yang maksimal. Sapi yang sedang
bunting memerlukan pakan dengan kandungan nutrisi yang lebih baik untuk
pertumbuhan fetus. Pakan hijauan kaya akan berbagai nutrisi yang diperlukan
seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, sapi
memerlukan ketersediaan serat kasar yang cukup (Stefani, 2011).
Pakan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah.
Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan konsentrat, pada umumnya hijauan
pakan diberikan dalam bentuk limbah pertanian dan rumput lapangan yang
kualitasnya rendah. Oleh karena itu, konsentrat yang diberikan harus
berkualitas (Siregar, 1996). Sedangkan menurut Anonim (2009), pakan adalah
makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Istilah ini
diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi
pertumbuhan dan dan kehidupan makhlukh hidup. Zat yang terpenting dalam pakan
adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang
Salah
satu faktor yang menentukan suksesnya usaha peternakan sapi perah ialah
pemberian pakan ternak. Pakan Ternak merupakan segala sesuatu yang dapat
diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun non organik) yang
sebagian atau seluruhnya dapat dicerna oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan
ternak. Apabila mereka tidak mendapatkan pakan ternak yang baik dan
cukup, juga tak akan menghasilkan susu sebagaimana mestinya (Anonim, 2005).
Bagi
semua mahluk hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber
energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu,
pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan
warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan,
reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dll. Namun pemberian pakan berlebih
dapat membuat hewan peliharaan menjadi rentan terhadap penyakit,
produktifitasnya pun akan menurun (Anonim, 2009).
Kebiasaan
peternak sapi perah di Indonesia adalah pemberian hijauan pada ternak dengan
sistem cut and carry. Artinya, para peternak mencari dan mengumpulkan hijauan
hari ini untuk kebutuhan sapi perah esok harinya. Kebutuhan hijauan untuk sapi
perah dalam bentuk segar adalah 10% dari bobot tubuhnya. Misalnya, jika bobot
badan sapi perah sebesar 400 kg, maka hijauan yang diberikan minimal 40
kg/hari/perekor (Firman, 2010).
Pakan
yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi,
pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput
raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50
kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak
10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB (Anonim,
2010).
Hijauan
pakan ternak memegang peranan penting dalam usaha budidaya sapi perah, hal
tersebut antara lain karena sapi perah merupakan ternak ruminansia sesuai
dengan sifat fisiologis sapi yang memiliki perut ganda (Anonim, 2005).
Adapun Jenis pakan menurut Stefani (2011) yaitu :
1.
pakan
kasar; merupakan pakan yang kadar nutrisinya rendah, yakni kandungan nutrisi
pakan tidak sebanding dengan jumlah fisik volume pakan tersebut. Misalnya
rumput alam, jerami, batang jagung, pucuk daun singkong, dll. Sapi sangat
membutuhkan pencernaan untuk bekerja secara baik, membuat rasa kenyang dan
mendorong kelancaran getah kelenjar pencernaan ke luar. Rumput yang sudah menua
kandungan nutrisinya telah menurun.
2.
pakan penguat; merupakan pakan yang mengandung
nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi
bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian, jagung giling, tepung kedelai, dedak,
dll. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang
rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara
sehat.
Salah
satu kendala yang di hadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak adalah
ketersediaan sumber pakan yang memiliki kandungan protein tinggi dan dapat
diproduksi secara masal dan produksi yang dihasilkan per satuan luas tinggi
serta tidak memerlukan perawatan yang rumit. Kondisi tersebut antara lain
karena kondisi iklim di daerah tropis yang cenderung merangsang tanaman untuk
menghasilkan energy di banding dengan menghasilkan protein. Intensitas
penyinaran yang tinggi akan mempengaruhi usia generative tanaman menjadi lebih
pendek yang berakibat pada kandungan serat kasar yang meningkat sedangkan
kandungan protein dari tanaman menurun (Siragih, 1998).
Menurut
Anonim (2009), pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan
biasanya berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang
telah ditingkatkan kandungan gizinya. Salah satunya yaitu yang berasal dari
limbah perkebunan. Kadang-kadang pada pakan ditambahkan pula hormon dan vitamin
tertentu untuk memacu pertumbuhan ternak dan membebaskannya dari stress.
Sapi
yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan
dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya
ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak
halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai
penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat
sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak
1-2 kg/ekor/hari (Siregar, 1994).
Selain
makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta
menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Penggembalaan
harus juga dilakukan pada awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di
musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan
bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat
kakinya (Anonim, 2010).
Menurut
Anonim(2010), Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a.
sistem
penggembalaan (pasture fattening)
b.
kereman
(dry lot fattening)
c.
kombinasi
cara pertama dan kedua.
Komponen yang harus diperhatika peternak sapi perah untuk
mengoptimalkan usahanya yaitu (Anonim, 2010) :
a.
Harga
Susu
Biasanya harga
susu berbanding lurus
dengan jumlah bakteria yang
terkandung dalam susu. Dengan menjaga
kebersihan selama proses dan menurunkan
jumlah bakteri terkandung akan dapat mengangkat
harga jual susu. Harga tersebut tergantung
pada standar penerimaan dan
standar kualitas dari perusahaan pengolahan
susu. Pada saat harga susu tinggi,
peternak harus dapat memaksimalkan segala
kemungkinan yang ada untuk memperbaiki produksi dan
meningkatkan pendapatan. Pada saat harga susu rendah,
usahakan untuk mengurangi biaya produksi.
b.
Biaya
Produksi
Besar biaya produksi sangat
bervariasi, biasanya dipengaruhi oleh besar
peternakan dan tingkat efisiensi
kerja. Total biaya produksi terdiri dari
biaya operasi dan biaya overhead. Biaya operasi
biasanya terdiri dari pakan, pemeliharaan kandang
& peralatan, pemasaran, bahan bakar,
listrik dan perbaikan. Yang termasuk dalam
biaya overhead adalah semua biaya tetap yang harus dikeluarkan.
c.
Volume
Susu
Keuntungan
sangat dipengaruhi oleh volume
susu yang dijual. Bahkan dengan harga susu
yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu
dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk
diproduksi. Kuncinya adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor sapi dapat ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu.
Menurut Anonim (2010) mengatakan bahwa, Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup. Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan. Hanya membuat sapi kenyang. Agar didapat keuntungan yang maksimal, perhatikan ‘Harga Susu, Biaya Produksi dan Volume Susu’. Bila ketiga hal tersebut diperhatikan dengan baik, maka usaha ternak sapi perah akan berkembang dan menguntungkan.
diproduksi. Kuncinya adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor sapi dapat ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu.
Menurut Anonim (2010) mengatakan bahwa, Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup. Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan. Hanya membuat sapi kenyang. Agar didapat keuntungan yang maksimal, perhatikan ‘Harga Susu, Biaya Produksi dan Volume Susu’. Bila ketiga hal tersebut diperhatikan dengan baik, maka usaha ternak sapi perah akan berkembang dan menguntungkan.
Menurut Tawaf (2010) bahwa, dalam
menyusun pakan sapi perah harus memperhatikan
1.
Nilai
gizi bahan pakan. Diperkirakan dan digambarkan dari jumlah zat pakan yang
terkandung dalam setiap massa pakan yang biasanya diketahui dalam bentuk
perkilogram bahan kering (dry matter).
2.
Kebutuhan
zat gizi ternak. Diperkirakan dalam jumlah zat pakan yang akan dipergunakan untuk
pokok hidup (maintenance), tumbuh, bunting, dan produksi susu (karena energi
protein, mineral serta vitamin juga terkandung dalam air susu).
3.
Perbandingan formulasi. Perbandingan bahan
pakan sehingga diperoleh komposisi zat pakan yang sesuai dengan kebutuhan
ternak.
4.
Kemungkinan
terjadinya gangguan metabolisme akibat pembe¬rian pakan tersebut.
5.
Kecernaan
pakan. Tingkat kecernaan suatu bahan pakan harus dipertimbangkan, demikian juga
tingkat degradasi zat pakan (terutama protein) oleh mikroba rumen
3.
Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Sapi Perah
Agribisnis
pakan ternak khususnya pakan hijauan, merupakan salah satu komoditas andalan
petani di daerah peternakan, memerlukan budidaya yang baik untuk meningkatkan
produksinya. Produksi yang tinggi perlu ditunjang sistem
pemasaran yang efisien agar diperoleh pendapatan yang optimal. Karena hijauan
bersifat mudah rusak, diperlukan pula penanganan pasca panen yang baik, sebelum
sampai pada konsumen. Dengan demikian, penanganan yang baik dari
budidaya, produksi, pemanenan, penanganan pasca panen (pengolahan), dan
pemasaran harus merupakan satu kesatuan manajemen, agar agribisnis pakan ternak
tersebut dapat berhasil (Lestari, 2002).
Usaha
peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang
dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai
dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu
sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui
pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan
diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif
(horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi instansi lain yang
berkompeten (Ismed, 1986).
Ternak sapi
perah harus diberi pakan secara teratur, agar produktivitas susunya tak
terhenti, bahkan meningkat. Sehingga jika produksi susunya banyak memberikan
keuntungan bagi peternak. Karena susu tersebut dapat di pasarkan
secara langsung ke konsumen setelah dimasak dan sisanya dapat
dijual ke industry (Diharjo, 2010).
Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup.
Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup.
Cara ini
berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang
Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa
memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan
memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan, hanya membuat
sapi kenyang (Anonim, 2010)
Keuntungan
sangat dipengaruhi oleh volume
susu yang dijual. Bahkan dengan harga susu
yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu
dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk diproduksi.
Kuncinya adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor
sapi dapat ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume
penjualan susu (Anonim, 2010).
Pada musim
kemarau jumlah hijauan menjadi kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah
sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Untuk itu hijauan
pakan ternak perlu mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay
dan silase, salah satu contoh yaitu jerami jagung (jasmal, 2006).
Menurut Anonim
(2011) yang menyatakan bahwa, pemanfaatan hasil ikutan tanaman jagung berupa
batang dan daun yang masih muda, dikenal sebagai jerami jagung dimanfaatkan
sebagai hijauan pakan ternak. Selain diberikan pada ternak sebagai hijauan
segar, jerami jagung juga dapat diberikan sebagai hijauan pakan ternak yang
mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay dan silase.
B.
Prospek Dan Pengembangan Agribisnis Unggas Ayam Buras
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik
karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh
masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan
akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini
merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek
yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di
perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.
Industri
perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global
yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal,
sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri.
Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan
dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja
penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 persen dari biaya produksi
karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor. Upaya meningkatkan
dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan
harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas departemen. Hal ini dilakukan dengan
tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha,
meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan
permintaan pasar
Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang
cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas
dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan
dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Profil
usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging
cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan
mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
B/C yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 1,16; 1,28 dan 1,25 pada usaha
mandiri, pola kemitraan
inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop dengan skala usaha 15 ribu ekor.
Indikasi yang hampir sama juga terjadi pada ayam ras petelur pada skala usaha
10 ribu ekor, dengan nilai B/C adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha
mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop. Hal ini memberikan
indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang
relatif baik bagi para peternak. Sedangkan hal tersebut untuk usaha ayam lokal
dan ternak itik masing-masing nilai B/C adalah 1,04 dan 1,2.
Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan
adalah industri pakan unggas, dimana biaya pakan ini merupakan komponen
tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara
60-70 persen. Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor
jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional
tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat
baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka
kebutuhan akan jagung juga terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu
mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani.
Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar
Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek
pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa
waktu yang lalu memberi pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi
industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari
berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini
memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang
sesuai dengan perkembangan usaha.
Peranan
pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a)
melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang
tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam
negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit
menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk
memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang
menjamin transparansi dalam hal informasi produksi d.o.c., biaya bahan-bahan
input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga). Potensi dan arah
pengembangan ayam lokal lebih difokuskan terhadap kerentanan potensi genetik
terhadap penyakit unggas, sehingga konservasi terhadap plasma nutfah ayam lokal
menjadi sangat penting.
Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada
perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik
untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan
tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan
dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan. Keadaan sawah yang semakin
intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang
menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang
bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya
ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll. secara
tidak langsung.
Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan
untuk: (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam
mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha,
(c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya
lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong
serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor.
Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a)
membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan
bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b)
meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal
berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial
dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi
terhadap pendapatan devisa negara.
Kebijakan
peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha
agribisnis
peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong
pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu
kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah
kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan
investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan
komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak
disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak
unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun
mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor denagn nilai mencapai Rp. 24,5
trilyun. Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan
dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak
(masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis
ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing
sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi
kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam
lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5
trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa
investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan,
kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan
maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga
keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa
kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam
pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah
sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi
swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10
persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk
ternak itik. Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana
input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan
vaksin. Investasi di sektor hilir seperti
pabrik
pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage
dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah
sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen
berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi
pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan
petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam
ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan
komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30
persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar. Investasi
pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan
konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan
penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat
mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Peran
pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya
dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal.
Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam
lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Untuk
mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan
kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan adalah (a)
kebijakan pendukung dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif,
utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor
pertanian, (b) kebijakan dalam hal mempromosikan produk unggas, (c) dukungan
kebijakan dan inovasi dalam hal tata-ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalulintas ternak dalam
kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global, (d)
kebijakan pendukung dalam rangka pencegahan penyakit, utamanya dalam memperkuat
pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta kebijakan penyuluhan
tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas, dan (e) perlu membuat
kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra
maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005.
Komponen Penting agar Usaha Sapi Perah Menguntungkan. http://
saungsapi/3-komponen-penting-agar-usaha-sapi-perah menguntungkan.html. Diakses
29 Maret 2011.
Anonim. 2009.
Budidaya dan Pengembangan Ternak. Dinas Peternakan. Jawa Timur Indonesia
Anonim, 2010. http://bumipertiwiextrem.blogspot.com/2010/12/beternak-sapi-perah.html.
Diakses 31 Maret 2011.
1 komentar:
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
Terjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium
Posting Komentar