Minggu, 25 Agustus 2013

Pengembangan Agribisnis Berbasis Peternakan Sapi Perah dan Ayam Buras



MANAJEMEN AGRIBIASNIS


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menejemen agribisnis adalah seperangkat keputusan untuk mendukung proses agribis, mulai dari keputusan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian hingga evaluasi kegiatan agribisnis (Bungaran, dkk. 2000). Penerapan fungsi-fungsi menejemen dalam agribisnis berbeda dengan penerapan dalam bisnis. Perbedaan tersebut didasarkan pada banyaknya karakteristik khusus usaha, skala usaha, jenis komoditas dan variasi-variasi lainnya yang terdapat pada agribisnis. Misal : penerapan fungsi perencanaan dalam agribisnis usaha tani ternak sapi harus memperhatikan factor iklim, karakter alamiah ternak sapi, karakter ketersediaan hijauan pakan, kemungkinan serangan penyakit ternak dan lain sebagainya, sedangkan perencanaan dalam bidang bisnis lainnya, hal-hal tersebut tidak ada.
Berdasarkan macam kegiatan yang ada pada agribisnis, maka manajemen agribisnis ternak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu : manajemen produksi dalam usaha produksi peternakan, manajemen produksi dalam usaha penanganan dan pengelolaan produk peternakan, manajemen pemasaran dan distribusi produk, manajemen resiko, manajemen teknologi dan manajemen kelembagaan pendukung agribisnis.
Dalam rangka memberikan pemahaman tentang manajemen agribisnis bagi petani ternak, sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk keberhasilan dan pengembangan usahatani ternaknya, maka perlu dijabarkan unsur-unsur dan subsistem-subsisten yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya unsur dan subsistem tersebut perlu dialokasikan kepada para petani ternak, sehingga makna dan isi dari manajemen agribisnis tersebut dapat diresapi secara benar.
Untuk mengalokasikan unsur dan subsistem tersebut, sangat membutuhkan tenaga penyuluh. Penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan perubahan perilaku penyuluh, yakni harus mampu: (a) meningkatkan profesionalisme penyuluh dengan melakukan perbaikan mutu layanan secara terus menerus yang mengacu kepada kebutuhan dan kepuasan pelanggannya; (b) menguasai materi penyuluhan yang menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis, manajemen hubungan sistem agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen, jiwa kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing; (c) tidak menjadikan petani dan perusahaan agribisnis lainnya sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang dapat menentukan masa depannya sendiri; dan (d) melakukan fungsi melayani (konsultatif) dengan sistem “menu”.

B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah tentang prospek pengembangan agribisnis peternakan, yaitu :
  1. Untuk mengetahui pengembangan agribisnis sapi perah
  2. Untuk mengetahui pengembangan agribisnis ayam buras
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah tentang penerapan manajemen agribisnis peternakan, yaitu :
1. Dapat mengetahui pengembangan agribisnis sapi perah 
2. Dapat mengetahui pengembangan agribisnis ayam buras  



PEMBAHASAN

A.               Prospek Dan Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980 – 1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997 sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Pada tahap I, perkembangan peternakan sapi perah dirasakan masih cukup lambat karena usaha ini masih bersifat sampingan oleh para peternak. Pada tahap II, pemerintah melakukan impor sapi perah secara besar-besara pada awal tahun 1980-an. Tujuan dilakukannya impor besar-besaran adalah untuk merangsang peternak untuk lebih meingkatkan produksi susu sapi perahnya. Selain itu, peningkatan populasi sapi perah ditunjang oleh permintaan akan produk olahan susu yang semakin meningkat dari masyarakat. Di samping itu, pemerintah mencoba melalukan proteksi terhadap peternak rakyat dengan mengharuskan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak. Sedangkan untuk tahap III, perkembangan sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di samping itu, pemerintah mencabut perlindungan terhadap peternak rakyat dengan menghapus kebijakan rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS (Inpres No.4/1998). Kebijakan ini sebagai dampak adanya kebijakan global menuju perdagangan bebas barrier. Berdasarkan dengan kebijakan tersebut, maka peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

1.      Tinjauan Umum Tentang Agribisnis
Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor pascaproduksi, meliputi pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dengan demikian agribisnis peternakan merupakan kegiatan usaha yang terkait dengan subsektor peternakan, mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi (budidaya), penanganan pasca panen, pengolahan, sampai pemasaran produk ke konsumen (Miranti, 2001).
Menurut Firdaus (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
a)      Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu (Saragih, 1998) :
Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya.
b)      Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang dimasa lalu disebut sistem pertanian primer.
c)       Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap saji (ready to cook/ready to used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional;
d)     Subsistem jasa layanan pendukung seperti perkereditan, asuransi, transportasi, pergudangan, penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.Keempat subsistem tersebut saling terkait dan saling menentukan. Subsistem usahatani memerlukan input dari subsistem agribisnis hulu. Sebaliknya subsistem agribisnis hulu memerlukan subsistem usahatani sebagai pasar produknya. Subsistem agribisnis hilir memerlukan bahan baku untuk diolah dan diperdagangkan dari subsistem usahatani. Ketiga subsistem di atas memerlukan subsistem jasa layanan pendukung untuk memperlancar aktivitasnya. Dalam subsektor peternakan, subsistem hulu meliputi industri bibit ternak, pakan ternak, obat-obatan dan vaksin ternak, serta alat-alat dan mesin peternakan (alsinnak).
Berdasarkan jenis outputnya, subsistem usahatani dapat digolongkan menjadi usaha ternak perah, usaha ternak potong/pedaging, usaha ayam petelur, dan lain-lain. Subsistem agribisnis hilir meliputi usaha pemotongan hewan, industry susu, industry pengalengan daging, industri telur asin, industri kulit, restaurant dan lain sebagainya. Subsistem institusi penunjang meliputi lembaga penelitian pemerintah, penyuluhan, lembaga keuangan, kesehatan hewan dan lain-lain (Siragih, 1998).
Di dalam sistem agribisnis peternakan, subsistem agribisnis hulu dan hilir lebih banyak memperoleh nilai tambah dibandingkan dengan subsistem budidaya (usahatani). Bandingkan pendapatan peternak sapi perah dengan pabrik pengolahan susu, peternak sapi potong dengan pabrik pengolahan sosis atau perusahaan pengalengan daging, peternak itik dengan perusahaan telur asin, dan seterusnya.  Namun subsistem budidaya merupakan subsistem utama karena produk-produk peternakan yang digunakan oleh konsumen pada dasarnya dihasilkan oleh subsistem ini dan tanpa subsistem ini tidak mungkin ada subsistem agribisnis hulu dan hilir. (Yudhi, 2003).

2.      Pakan Ternak Sapi Perah
Pakan untuk ternak, terutama untuk ternak Sapi yang sehat memerlukan jumlah pakan yang cukup dan berkualitas. Nutrisi yang terkandung dalam pakan ternak merupakan unsur penting untuk menjamin kesehatan sapi, pertumbuhan badan yang optimal dan kesehatan reproduksi. Sapi muda memerlukan jumlah pakan yang terus meningkat sampai dicapai pertumbuhan badan yang maksimal. Sapi yang sedang bunting memerlukan pakan dengan kandungan nutrisi yang lebih baik untuk pertumbuhan fetus. Pakan hijauan kaya akan berbagai nutrisi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, sapi memerlukan ketersediaan serat kasar yang cukup (Stefani, 2011).
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah. Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan konsentrat, pada umumnya hijauan pakan diberikan dalam bentuk limbah pertanian dan rumput lapangan yang kualitasnya rendah. Oleh karena itu, konsentrat yang diberikan harus berkualitas (Siregar, 1996). Sedangkan menurut Anonim (2009), pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhlukh hidup. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang
Salah satu faktor yang menentukan suksesnya usaha peternakan sapi perah ialah pemberian pakan ternak. Pakan Ternak merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun non organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak.  Apabila mereka tidak mendapatkan pakan ternak  yang baik dan cukup, juga tak akan menghasilkan susu sebagaimana mestinya (Anonim, 2005).
Bagi semua mahluk hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dll. Namun pemberian pakan berlebih dapat membuat hewan peliharaan menjadi rentan terhadap penyakit, produktifitasnya pun akan menurun (Anonim, 2009).
Kebiasaan peternak sapi perah di Indonesia adalah pemberian hijauan pada ternak dengan sistem cut and carry. Artinya, para peternak mencari dan mengumpulkan hijauan hari ini untuk kebutuhan sapi perah esok harinya. Kebutuhan hijauan untuk sapi perah dalam bentuk segar adalah 10% dari bobot tubuhnya. Misalnya, jika bobot badan sapi perah sebesar 400 kg, maka hijauan yang diberikan minimal 40 kg/hari/perekor (Firman, 2010).
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB (Anonim, 2010).
Hijauan pakan ternak memegang peranan penting dalam usaha budidaya sapi perah, hal tersebut antara lain karena sapi perah merupakan ternak ruminansia sesuai dengan sifat fisiologis sapi yang memiliki perut ganda (Anonim, 2005).

Adapun Jenis pakan menurut Stefani (2011) yaitu :
1.   pakan kasar; merupakan pakan yang kadar nutrisinya rendah, yakni kandungan nutrisi pakan tidak sebanding dengan jumlah fisik volume pakan tersebut. Misalnya rumput alam, jerami, batang jagung, pucuk daun singkong, dll. Sapi sangat membutuhkan pencernaan untuk bekerja secara baik, membuat rasa kenyang dan mendorong kelancaran getah kelenjar pencernaan ke luar. Rumput yang sudah menua kandungan nutrisinya telah menurun.
2.    pakan penguat; merupakan pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian, jagung giling, tepung kedelai, dedak, dll. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat.
Salah satu kendala yang di hadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak adalah ketersediaan sumber pakan yang memiliki kandungan protein tinggi dan dapat diproduksi secara masal dan produksi yang dihasilkan per satuan luas tinggi serta tidak memerlukan perawatan yang rumit. Kondisi tersebut antara lain karena kondisi iklim di daerah tropis yang cenderung merangsang tanaman untuk menghasilkan energy di banding dengan menghasilkan protein. Intensitas penyinaran yang tinggi akan mempengaruhi usia generative tanaman menjadi lebih pendek yang berakibat pada kandungan serat kasar yang meningkat sedangkan kandungan protein dari tanaman menurun (Siragih, 1998).
Menurut Anonim (2009), pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah ditingkatkan kandungan gizinya. Salah satunya yaitu yang berasal dari limbah perkebunan. Kadang-kadang pada pakan ditambahkan pula hormon dan vitamin tertentu untuk memacu pertumbuhan ternak dan membebaskannya dari stress.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari (Siregar, 1994).
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Penggembalaan harus juga dilakukan pada awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Anonim, 2010).
    Menurut  Anonim(2010), Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a.       sistem penggembalaan (pasture fattening)
b.      kereman (dry lot fattening)
c.       kombinasi cara pertama dan kedua.
Komponen yang harus diperhatika peternak sapi perah untuk mengoptimalkan usahanya yaitu (Anonim, 2010) : 
a.    Harga  Susu
Biasanya   harga   susu   berbanding    lurus   dengan    jumlah   bakteria  yang terkandung  dalam  susu.  Dengan   menjaga   kebersihan  selama  proses   dan menurunkan   jumlah   bakteri  terkandung  akan  dapat mengangkat harga jual susu.  Harga   tersebut   tergantung   pada   standar   penerimaan   dan   standar kualitas   dari   perusahaan  pengolahan  susu.  Pada   saat   harga  susu  tinggi, peternak  harus  dapat  memaksimalkan  segala  kemungkinan  yang ada untuk memperbaiki produksi  dan  meningkatkan  pendapatan.  Pada  saat harga susu rendah, usahakan untuk mengurangi biaya produksi.
b.   Biaya Produksi
 Besar   biaya  produksi  sangat  bervariasi,  biasanya   dipengaruhi  oleh  besar peternakan  dan   tingkat   efisiensi  kerja.  Total  biaya  produksi  terdiri   dari biaya  operasi  dan   biaya overhead. Biaya operasi biasanya terdiri dari pakan, pemeliharaan   kandang   &  peralatan,  pemasaran,   bahan  bakar,  listrik  dan perbaikan.  Yang  termasuk  dalam   biaya  overhead adalah semua biaya tetap yang harus dikeluarkan.
c.    Volume Susu
Keuntungan   sangat   dipengaruhi   oleh   volume  susu  yang   dijual. Bahkan dengan  harga  susu  yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk
diproduksi.  Kuncinya  adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor  sapi  dapat  ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu.
        Menurut Anonim (2010) mengatakan bahwa, Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup. Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan. Hanya membuat sapi kenyang.  Agar didapat keuntungan yang maksimal, perhatikan ‘Harga Susu, Biaya Produksi dan Volume Susu’. Bila ketiga hal tersebut diperhatikan dengan baik, maka usaha ternak sapi perah akan berkembang dan menguntungkan.

Menurut Tawaf (2010) bahwa, dalam menyusun pakan sapi perah harus memperhatikan
1.      Nilai gizi bahan pakan. Diperkirakan dan digambarkan dari jumlah zat pakan yang terkandung dalam setiap massa pakan yang biasanya diketahui dalam bentuk perkilogram bahan kering (dry matter).
2.      Kebutuhan zat gizi ternak. Diperkirakan dalam jumlah zat pakan yang akan dipergunakan untuk pokok hidup (maintenance), tumbuh, bunting, dan produksi susu (karena energi protein, mineral serta vitamin juga terkandung dalam air susu).
3.       Perbandingan formulasi. Perbandingan bahan pakan sehingga diperoleh komposisi zat pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak.
4.      Kemungkinan terjadinya gangguan metabolisme akibat pembe¬rian pakan tersebut.
5.      Kecernaan pakan. Tingkat kecernaan suatu bahan pakan harus dipertimbangkan, demikian juga tingkat degradasi zat pakan (terutama protein) oleh mikroba rumen

3.      Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Sapi Perah
Agribisnis pakan ternak khususnya pakan hijauan, merupakan salah satu komoditas andalan petani di daerah peternakan, memerlukan budidaya yang baik untuk meningkatkan produksinya. Produksi yang tinggi  perlu ditunjang  sistem  pemasaran yang efisien agar diperoleh pendapatan yang optimal. Karena hijauan bersifat mudah rusak, diperlukan pula penanganan pasca panen yang baik, sebelum sampai pada konsumen. Dengan demikian,   penanganan yang baik dari budidaya, produksi, pemanenan, penanganan pasca panen (pengolahan), dan pemasaran harus merupakan satu kesatuan manajemen, agar agribisnis pakan ternak tersebut dapat berhasil (Lestari, 2002).
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi instansi lain yang berkompeten (Ismed, 1986).
Ternak sapi perah harus diberi pakan secara teratur, agar produktivitas  susunya tak terhenti, bahkan meningkat. Sehingga jika produksi susunya banyak memberikan keuntungan bagi peternak.  Karena susu tersebut dapat di pasarkan secara  langsung ke konsumen  setelah dimasak dan sisanya dapat dijual ke industry (Diharjo, 2010).
Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup.   
    Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan, hanya membuat sapi kenyang (Anonim, 2010)
      Keuntungan   sangat   dipengaruhi   oleh   volume  susu  yang   dijual. Bahkan dengan  harga  susu  yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk diproduksi.  Kuncinya  adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor  sapi  dapat  ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu (Anonim, 2010).
       Pada musim kemarau jumlah hijauan menjadi kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Untuk itu  hijauan pakan ternak perlu mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay dan silase, salah satu contoh yaitu jerami jagung (jasmal, 2006).
   Menurut Anonim (2011) yang menyatakan bahwa, pemanfaatan hasil ikutan tanaman jagung berupa batang dan daun yang masih muda, dikenal sebagai jerami jagung dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Selain diberikan pada ternak sebagai hijauan segar, jerami jagung juga dapat diberikan sebagai hijauan pakan ternak yang mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay dan silase.
 
B.               Prospek Dan Pengembangan Agribisnis Unggas Ayam Buras
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri. Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 persen dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor. Upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas departemen. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha, meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan permintaan pasar
Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Profil usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai B/C yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 1,16; 1,28 dan 1,25 pada usaha mandiri,           pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop dengan skala usaha 15 ribu ekor. Indikasi yang hampir sama juga terjadi pada ayam ras petelur pada skala usaha 10 ribu ekor, dengan nilai B/C adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop. Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak. Sedangkan hal tersebut untuk usaha ayam lokal dan ternak itik masing-masing nilai B/C adalah 1,04 dan 1,2.
Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan adalah industri pakan unggas, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara 60-70 persen. Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka kebutuhan akan jagung juga terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani.
Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa waktu yang lalu memberi pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang sesuai dengan perkembangan usaha.
Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a) melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi d.o.c., biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga). Potensi dan arah pengembangan ayam lokal lebih difokuskan terhadap kerentanan potensi genetik terhadap penyakit unggas, sehingga konservasi terhadap plasma nutfah ayam lokal menjadi sangat penting.
Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan. Keadaan sawah yang semakin intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll. secara tidak langsung.
Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk: (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha, (c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor.
Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a) membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara.
Kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha
agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor denagn nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun. Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik. Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti
pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar. Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan adalah (a) kebijakan pendukung dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif, utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor pertanian, (b) kebijakan dalam hal mempromosikan produk unggas, (c) dukungan kebijakan dan inovasi dalam hal tata-ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalulintas ternak dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global, (d) kebijakan pendukung dalam rangka pencegahan penyakit, utamanya dalam memperkuat pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta kebijakan penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas, dan (e) perlu membuat kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Komponen Penting agar Usaha Sapi Perah Menguntungkan. http:// saungsapi/3-komponen-penting-agar-usaha-sapi-perah menguntungkan.html. Diakses 29 Maret 2011.

Anonim. 2009. Budidaya dan Pengembangan Ternak. Dinas Peternakan. Jawa Timur Indonesia


 


1 komentar:

Tommy mengatakan...

Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
Terjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut


Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant

2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium