Sabtu, 24 Agustus 2013

Manajemen Pembibitan Sapi Potong










MANAJEMEN PEMBIBITAN SAPI POTONG
 
A.    Latar Belakang
Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak yang terarah dan berkesinambungan.
Produksi bibit ternak tersebut diarahkan agar mampu menghasilkan bibit ternak yang memenuhi persyaratan mutu untuk didistribusikan dan dikembangkan lebih lanjut oleh instansi pemerintah, masyarakat maupun badan usaha lainnya yang memerlukan dalam upaya pengembangan peternakan secara berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Populasi sapi potong tiga tahun terakhir di Sulawesi Tenggara pada tahun 2009  sebanyak 253.171 ekor, 2010 268.138 ekor, dan 2011 sebanyak 213.736 ekor.  Berdasarkan data tersebut terlihat adanya fluktuasi populasi.  Tahun 2009 sampai 2010 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2010 sampai 2011 mengalami penurunan.  Sehingga rata-rata pertumbuhan sapi potong tiap tahunnya menurun sebesar 7,18%.  Hal ini disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang kurang baik, sistem penggemukan yang kurang berkembang, kualitas pakan yang masih rendah dan tingginya angka pemotongan betina produktif, sehingga mengakibatkan perkembangan populasi sapi potong menjadi terhambat (BPS Sultra, 2012).
Sulawesi Tenggara memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan pembangunan peternakan terutama sapi potong. Hal ini didukung dengan sumber daya alam dengan areal lahan yang masih relatif luas (38.140 km2) untuk padang pengembalaan, serta limbah pertanian dan perkebunan yang belum dimanfaatkan secara optimal (BPS Sultra, 2012).

A.    Tujuan dari makalah ini adalah:
Sebagai Pedoman teknis dalam pelaksanaan kegiatan pembibitan sapi potong agar diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan.
1. Sarana dan prasarana;
2. Pemeliharaan
3. Proses produksi bibit

PEMBAHASAN


A.    Definisi
Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang diharapkan.
Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan peternak untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan.

B.     Bangunan dan Peralatan
1.      Untuk pembibitan sapi potong sistem semi intensif diperlukan bangunan dan peralatan sebagai berikut:
a)      Bangunan
Ø  Kandang yang dapat menampung dan melindungi ternak pada malam hari atau selesai digembalakan. Pemagaran kandang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah dan daya tampung.
Ø  Halaman sekitar kandang (Cattle Yard) yaitu bagian dari kandang yang dapat digunakan untuk tempat sapi berjalanjalan, tempat mengawinkan, penanganan sapi dalam hal vaksinasi, bongkar muat, dan sebagainya.
b)      Peralatan
Ø  Tempat pakan dan tempat minum yaitu; berupa bak dari beton berukuran tinggi 60cm, lebar 60 cm dan panjang sesuai panjang kandang, atau dapt pula menggunakan drum plastik.
Ø  Peralatan kebersihan kandang, seperti; sekop, sapu lidi, sikat lantai, ember untuk membersihkan kandang dan keperluan lainnya.
Ø  Peralatan penanganan ternak seperti tambang pengikat ternak yaitu agar ternak mudah dikendalikan.
2.      Untuk pembibitan sapi potong sistem pemeliharaan intensif diperlukan bangunan, peralatan, persyaratan teknis dan tataletak kandang yang memenuhi persyaratan yaitu sebagai berikut:
a)      Bangunan:
Ø  kandang pemeliharaan;
Ø  kandang isolasi;
Ø  gudang pakan dan peralatan;
Ø  unit penampungan dan pengolahan limbah.
b)      Peralatan:
Ø  tempat pakan dan tempat minum;
Ø  alat pemotong dan pengangkut rumput;
Ø  alat pembersih kandang dan pembuatan kompos;
Ø  peralatan kesehatan hewan.
c)      Persyaratan teknis kandang:
Ø  konstruksi harus kuat;
Ø  terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh;
Ø  sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
Ø  drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan;
Ø  lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak;
Ø  luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung; setiap ekor sapi memerlukan ruang 2 m x 1,5 m
Ø  kandang isolasi (kandang untuk memisahkan ternak yang sakit) dibuat terpisah.
d)     Letak kandang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Ø  alat angkutan dapat masuk ke sekitar kandang;
Ø  lingkungan kandang kering dan tidak tergenang saat hujan;
Ø  dekat sumber air;
Ø  cukup sinar matahari, kandang tunggal menghadap timur, kandang ganda membujur utara-selatan;
Ø  tidak mengganggu lingkungan hidup;
Ø  memenuhi persyaratan kebersihan dan kesehatan lingkungan
C.    Bbit
1.      Klasifikasi bibit
Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a)      bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata;
b)      bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;
c)      bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.
2.      Standar mutu bibit
Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut:
a)      Persyaratan umum bibit:
Ø  Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), punggung atau cacat tubuh lainnya;
Ø  Semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan;
Ø  Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.
b)      Persyaratan khusus:
Persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk masingmasing rumpun sapi yaitu sebagai berikut:



Tabel 1. Persyaratan Bibit Sapi Bali
Cirri-ciri Tubuh
Ukuran Tubuh
-          Warna bulu putih merah pada betina, sedangkan pada jantan warnanya hitam
-          Lutut ke bawah putih
-          Pantat putuh berbentuk setengah bulat
-          Ujung ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung
-          Tanduk tumbuh baik dan berwarna hitam
-          Bentuk kepala lebar
-          Leher kompak dah kuat
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 138 cm;
Kelas II minimal 105 cm;
Kelas III minimal 107 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 147 cm;
Kelas II minimal 109 cm;
Kelas III minimal 113 cm.

Tabel 2. Persyaratan Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO)
Cirri-ciri Tubuh
Ukuran Tubuh
-          Warna bulu putih keabu-abuan
-          Kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan bulu sekitar mata berwarna hitam;
-          Badan besar, gelambir longgar bergantung;
-          Punuk besar;
-          Leher pendek;
-          Tanduk pendek.
Betina umur 18-24 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 116 cm;
Kelas II minimal 113 cm;
Kelas III minimal 111 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 124 cm;
Kelas II minimal 117 cm;
Kelas III minimal 115 cm.

D.    Pakan
1.      Setiap usaha pembibitan sapi potong harus menyediakan pakan yang cukup bagi ternaknya, baik jumlah maupun kualitasnya.
2.      Pakan dapat berasal dari pakan hijauan, maupun pakan konsentrat.
3.      Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa (kacangkacangan), sisa hasil (limbah) pertanian dan dedaunan.
4.      Pakan konsentrat yaitu pakan tambahan yang berasal dari campuran bahan seperti dedak padi, tepung jagung, tepung gaplek, bungkil kelapa, bungkil kedele, ampas tahu, onggok dan lain-lain. Pakan konsentrat mengandung kadar serat rendah dan kadar energy yang cukup tinggi tinggi
5.      Setiap ekor sapi memerlukan pakan hijauan segar sekitar 10 % dari berat tubuhnya. Sebagai contoh sapi seberat 350 kg memerlukan hijauan segar seberat 35 kg dan konsentrat sekitar 1 – 2 % dari bobot tubuhnya atau sekitar 3,5 – 7 kg. (Hardianto dan Sunandar, 2009, Mathius dan Togatorop, 1993)
6.      Kadar protein pakan yang diperlukan sekitar 13 – 15 %
7.      Perbaikan kualitas hijauan pakan dapat juga dilakukan dengan menambahkan daun kacang-kacangan seperti daun cebreng/gamal (glirisidia), daun kaliandra, daun dan buah lamtoro, daun turi, jerami kacang tanah, sisa panen kacang panjang dengan perbandingan sesuai keadaan ternak sapi.
8.      Pakan sapi potong untuk pembibitan perlu memiliki keiseimbangan kandungan antara serat, Protein, energi dan mineral.
9.      Air minum harus selalu tersedia di kandang (ad-libitum).
Gambar Hijauan Pakan Ternak Sapi Potong yang berkualitas tinggi
(kacang-kacangan/Leguminosa)
 

 


Daun Kacang-kacangan merambat (Centrosema sp)

 



Tabel 3. Campuran Bahan  Pakan Kosentrat untuk Sapi Potong

No
Bahan
Komposisi Bahan
%
Protein Kasar
%
Total Protein
%
1
Dedak Padi
60
10
6,0
2
Bungkil kelapa
5
22
1,1
3
Bungkil Inti Sawit
20
24
4,8
4
Dedak jagung
12
9
1,1
5
Mineral
2
-
-
6
Garam dapur
1
-
-
Jumlah


13
Sumber : Petunjuk Teknis Penelitian Dan Pengkajian Nasional Peternakan dan Perkebunan. Balai  Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Departemen Pertanian .2003
   http:// bp2tp.litbang.deptan.go.id/fi le/juknis_nak_bun.pdf

Tabel 4. Perbandingan Campuran Rumput/Jerami dengan Daun Kacang-kacangan (Leguminosa).

Ststus fi siologis
Rumput/jerami %
Daun Kacang-kacangan %
Jantan dewasa
75
25
Induk bunting
60
40
Induk menyusui
60
40


A.    Obat Hewan
1.      Obat untuk ternak sapi potong yang dapat disediakan oleh peternak yaitu obat cacing, obat luka seperti yodium tincture, desinfektans seperti alkohol, lisol dan obat alami.
2.      Obat ternak sapi potong yang dipergunakan seperti bahan kimia dan bahan biologik harus memiliki nomor pendaftaran. Untuk sediaan obat alami seperti ramuan jamu hewan tidak dipersyaratkan memiliki nomor pendaftaran.
3.      Penggunaan obat keras harus di bawah pengawasan dokter hewan (penyuluh) sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku di bidang obat hewan.
B.     Tenaga Kerja
1.      Jumlah tenaga kerja sesuai kebutuhan
-          pada pembibitan sapi potong dengan sistim intensif (dikurung), setiap satu orang/hari kerja, untuk 5 ekor sapi dewasa
-          pada pembibitan sapi potong dengan sistem gembala, setiap satu orang/hari kerja, untuk 10-20 ekor sapi dewasa
2.      Perlu dilatih agar mempunyai pemahaman teknis dan keterampilan dalam pembibitan sapi potong.

C.    Pemeliharaan
Dalam pembibitan sapi potong, pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan sistim pastura (penggembalaan), sistim semi intensif, dan sistim intensif.
1.      Sistem pastura yaitu pembibitan sapi potong yang sumber pakan utamanya berasal dari padang penggembalaan yang dikelola dengan baik. Pastura dapat merupakan milik perorangan, badan usaha atau kelompok peternak.
2.      Sistem semi intensif yaitu pembibitan sapi potong yang menggabungkan antara sistem pastura dan sistem intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong dengan cara digembalakan untuk memenuhi kebutuhan pakannya dan pada malam hari dikandangkan.
3.      Sistem intensif yaitu pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh di kandang.

D.    Tujuan Produksi Pembibitan
Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan ke dalam pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni dan pembibitan sapi potong persilangan.
1.      Pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara mengawinkan sapi yang sama bangsa/rumpunnya.
2.      Pembibitan sapi potong persilangan, yaitu perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antar ternak dari satu spesies tetapi berlainan rumpun.

E.     Perkawinan
Perkawinan dapat dilakukan jika terdapat tanda-tanda induk sapi betina birahi. Tanda-tanda birahi yang umum adalah :
1.      Alat kelamin induk sapi betina agak bengkak
2.      Alat kelamin induk sapi betina berwarna agak kemerahan
3.      Alat kelamin induk sapi betina suhunya agak hangat
4.      Alat kelamin induk sapi betina mengeluarkan lender bening
5.      Nafsu makannya menurun
6.      Gelisah, kadang-kadang menggesek-gesekan bagian belakan tubuhnya, kadang -kadang melenguh (bersuara, berteriak) dan menghentak-hentakkan kakinya
7.      Menaiki ternak lainnya atau diam bila dinaiki.
Apabila terlihat tanda-tanda ini, maka segera mencarikan sapi pejantan untuk mengawini secara kawin alam, atau menghubungi inseminator.
Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam atau Inseminasi Buatan (IB).
1.      Pada kawin alam perbandingan jantan : betina diusahakan 1:8-10.
2.      Perkawinan dengan Inseminasi Buatan memakai semen beku SNI 01.4869.1-2005 atau semen, cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui semen.
3.      Dalam pelaksanaan kawin alam atau Inseminasi Buatan harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding).

F.     Persilangan
Persilangan yaitu salah satu cara perkawinan, perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antara sapi-sapi dari satu spesies yang berlainan rumpun. Untuk mencegah penurunan produktivitas akibat persilangan, harus dilakukan menurut ketentuan sebagai berikut:
1.      Sapi induk rumpun kecil (sapi lokal, PO, Madura dan Bali) yang akan disilangkan harus berukuran di atas standar atau setelah beranak pertama;
2.      Komposisi darah sapi persilangan sebaiknya dijaga komposisi darah sapi temperatenya tidak lebih dari 50%;
3.      Prinsip-prinsip seleksi dan culling sama dengan pada rumpun murni.

G.    Pencatatan (Recording)
Recording yaitu data atau catatan perkawinan yang dilakukan ternak sapi yang bertujuan untuk menghindari perkawinan sedarah ( In Breeding ) sehingga kualitas keturunan sapi tersebut menjadi turun, dan banyak terjadi kasus kematian sapi, kelahiran sapi dalam kondisi cacat. Pencatatan (recording) tersebut meliputi:
1.      Rumpun;
2.      Silsilah;
3.      Perkawinan (tanggal, pejantan, IB/kawin alam);
4.      Kelahiran (tanggal, bobot lahir);
5.      Penyapihan (tanggal, bobot badan);
6.      Beranak kembali (tanggal, kelahiran);
7.      Pakan (jenis, konsumsi);
8.      Vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment);
9.      Mutasi (pemasukan dan pengeluaran ternak);

H.    Seleksi Bibit
Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut:
1.      Calon Induk
a.       calon induk harus subur dan dapat menghasilkan anak secara teratur;
b.      anak jantan maupun betina tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas ratarata. c. penampilan fenotipe (fi sik) sesuai dengan rumpunnya.
2.      Calon Pejantan
a.       bobot sapih di atas rata- rata;
b.      bobot badan umur 205 dan 365 hari di atas rata-rata;
c.       pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata;
d.      libido dan kualitas spermanya baik;
e.       penampilan fi sik tubuh (fenotipe) sesuai dengan rumpunnya.

I.       Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit (afkir/culling), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Untuk bibit rumpun murni, 50% sapi bibit jantan peringkat terendah (pertumbuhan lambat, testis tidak normal dan tidak simetris dan cacat lainnya) saat seleksi pertama (umur sapih) dikeluarkan atau dijadikan bakalan untuk digemukkan dan dijual.
2.      Sapi betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit, dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling).
3.      Sapi induk yang tidak produktip segera dikeluarkan.

J.      Ternak Pengganti
Pengadaan ternak pengganti (replacement stock), dilakukan sebagai berikut:
1.      Calon bibit betina dipilih 25% terbaik digunakan untuk induk pengganti (replacement), 10% untuk pengembangan populasi kawasan, 60% dijual ke luar kawasan sebagai bibit dan 5% dijual sebagai ternak afkir (culling);
2.      Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan bersama calon bibit betina 25% terbaik untuk dimasukkan pada uji performan.

K.    Kesehatan Hewan
Untuk memperoleh hasil yang baik, pembibitan sapi perah harus memperhatikan persyaratan kesehatan hewan yang meliputi:
1.      Situasi penyakit
Pembibitan sapi potong harus terletak di daerah yang tidak terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), ingus jahat (Malignant Catarhal Fever), Bovine Ephemeral Fever, lidah biru (Blue Tongue), radang limpa (Ánthrax), dan keluron/keguguran menular (Brucellosis).
2.      Pencegahan/Vaksinasi
a.       Pembibitan sapi potong harus melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
b.      Mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak;
c.       Melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dalam rangka pengamanan kesehatan.
Setiap pembibitan sapi potong harus memperhatikan hal-hal tindak biosecurity sebagai berikut:
1)      Lokasi usaha harus terhindar dari binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainnya yang dapat menularkan penyakit;
2)      Lakukan pengendalian serangga seperti lalat dan serangga, lainnya;
3)      Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat;
4)      Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
5)      Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan;
6)      Memisahkan (mengisolasi) ternak yang sakit ke kandang khusus
7)      Mengkonsultasikan tindakan pecegahan atau pengobatan kepada petugas yang berwenang
8)      Membakar atau mengubur bangkai ternak yang mati karena penyakit menular, dan mendesinfeksi kandang bekas ternak sakit.

L.     Jenis Bangsa Sapi
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama, karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang bias membawa risiko yang kurang menguntungkan.
Bangsa-bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali, dan sapi Madura disamping bangsa peranakan hasil persilangan lainnya seperti Limosin ongole (Limpo) dan Simental Ongole (Simpo). Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cengkaman wilayah Indonesia.
Beberapa jenis sapi yang bagus untuk tuujuan usaha sapi potong, kususnya di Indonesia yaitu: sapi PO, sapi Bali, sapi Madura, sapi PFH, sapi Limousin dan sapi Simental. jika kita memilih jenis dan bangsa sapi harus juga melihat modal dan ketersediaan pakan. jika ketersedian pakan di lingkungan sekitar dekat dengan home industri (tahu dan tempe), penggilingan padi, tanaman palawija dan pasar  maka sapi yang digunakan adalah sapi jenis limousin dan simmental, sapi PO sangat bagus dilingkungan yang ketersedian pakan yang rendah (hanya bisa memanfaatkan limbah pertanian). Sedangkan apabila lingkungan sekitar jauh dengan ketersediaan pakan serta pergantian iklim yang ekstrim maka  yang cocok untuk dikembangkan yaitu sapi Bali, karena sapi ini tahan tahan terhadap cengkaman panas yang tinggi disamping itu juga memiliki tingkat kesuburan yang baik, kemampuan libido pejantannya lebih unggul dan persentase karkas tinggi yaitu (56%), dengan tatalaksana pemeliharaan yang baik, sapi Bali dapat tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian yaitu 750g.
 



DAFTAR PUSTAKA

Anonym,Pedoman Pembinitan Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Jenderal            Peternakan

Hardianto, R, 2008. Pakan Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian jawa           Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang    Pertanian

Hardianto dan Nandang Sunandar, 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Sapi Potong.             Balai Pengkajian Teknologi Pertanian jawa Barat. Balai Besar Pengkajian dan            Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian

Ismeth Inounu, dkk. 2008. Implementasi Peningkatan Populasi sapi betina Produktif :       Dalam Negeri dan Impor dalam Upaya Peningkatan populasi sapi Betina         Produktif Di Indonesia. Puslitbang Peternakan.

I.W. Mathius dan M.H. Togatorop. 1993. Bahan Pakan Dan Penyususnan Ransum            Ternak sapi Potong. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan, Badan    Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Mariyono dan Endang Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan    Murah Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Puslitbang Peternakan, badan   Litbang Pertanian. Departemen Pertanian













Tidak ada komentar: