Minggu, 25 Agustus 2013

Penanganan Karkas Edible Offal dan NonEdible Ofal



PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Peternakan adalah salah satu bidang pertanian yang menghasilkan komoditas daging, susu, telur dan hasil-hasil olahannya serta hasil sisa produksi.  Daging sebagai salah satu bahan makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin.  Disamping itu, daging memiliki rasa dan aroma yang enak, sehingga disukai oleh hampir semua orang.
Daging merupakan bahan makanan yang penting bagi masyarakat karena kandungan proteinnya. Kebutuhn protein hewaninya sangat penting bagi tubuhmanusia meskipun daging bagi masyarakat umumnya masih merupakan makanan mahal.
Secara umum mekanisme urutan pemotongan ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau di Indonesia terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari tahap pengistirahatan dan pemeriksaan sebelum pemotongan, tahap proses penyembelihan, dan tahap penyiapan karkas.
Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas dan bagian bukan karkas atau lazim disebut bagian non karkas.  Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada non karkas, sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan daging.  Bagian non karkas atau yang lazim disebut “offal” terdiri dari bagian yang layak dimakan (“edible offal”) dan bagian yang tidak layak dimakan (“inedible offal”).
Karkas merupakan bagian tubuh ternak yang diperoleh dari proses pemotongan ternak setelahdipisahkan kulit, kepala, jeroan bawah ekor dipisahkan. Pada karkas unggas paruh dan ginjal termasuk karkas. Karkas terdiri dari otot (daging), tulang, jaringan ikat dan lemak. Kerena daging merupakan bagian yang terbesar dari karkas. Maka penilaian karkas sangat erat kaitannya denagan penilaian kualitas daging.
Daging yang dihasilkan dari tempat pemotongan hewan, baik tempat pemotongan sederhana sampai rumah potong hewan pabrik sebelum dipasarkan terlebih dahulu harus diperiksa untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan konsumen dan mencegah penularan penyakit diantara ternak, maka dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan terhadap karkas atau daging, dilakukan dalam dua tahap pemeriksaan, yaitu pemeriksaan sebelum ternak dipotong (“antemortem”) dan pemeriksaan  setelah pemotongan (“postmortem”).  Pemeriksaan “ante-mortem” adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap hewan ternak sebelum dipotong, sedangkan pemeriksaan “postmoertem” adalah pemeriksaan terhadap  bagian karkas, alat-alat dalam (“viscera”) dan produk akhir dari ternak yang telah dipotong.

1.2. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan diatas maka dapat diambil masalah yaitu :
-          Untuk mengetahui perbedaan edible offal dan nonedible ofal.
-          Untuk mengetahui edible offal dan nonedible ofal yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.


PEMBAHASAN 
 

2.1. Penanganan Karkas Edible Offal dan Nonedible Ofal

A.     Penanganan Karkas dan Non Karkas
Hasil pemotongan ternak yaitu karkas dan non Karkas dapat dimanfaatkan untuk berbagai Tujuan. Bagian nonkarkas atau yang lazim Disebut offal terdiri dari bagian yang layak Dimakan/edible dan bagian yang tidak layak Dimakan/non edible.
Daging segar adalah daging atau otot skeletal dari hewan yang disembelih secara halal dan higienis setelah mengalami pelayuan (aging) yang disimpan pada suhu dingin atau beku, yang tidak mengalami proses pengolahan lebih lanjut.
Definisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan yang disembelih yang aman dan layak dikonsumsi manusia. Termasuk dalam definisi tersebut adalah daging atau otot skeletal dan organ-organ yang dapat dikonsumsi (edible offals)
Offal adalah seluruh bagian tubuh hewan yang disembelih secara halal dan higienis selain karkas, yang terdiri dari organ-organ di rongga dada dan rongga perut, kepala, ekor, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, ambing, dan alat reproduksi.
Jeroan (edible offal atau disebut juga variety meat atau fancy meat) adalah organ atau jaringan selain otot skeletal yang lazim dan layak dikonsumsi manusia yang tidak mengalami proses lebih lanjut selain daripada pendinginan atau pembekuan. Jeroan terdiri dari jantung, lidah, hati, daging di kepala, otak, timus dan atau pankreas, babat, usus, ginjal, buntut.
Pemotongan ternak sapi menghasilkan bagian karkas dan bagian non karkas atau sisa karkas.  Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada non karkas, sesuai dengan tujuan pemotongan adalah untuk memproduksi daging.  Menurut Ensminger (1991), yang dimaksud dengan karkas sapi adalah bagian tubuh ternak sapi hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari carpus dan tarsus, kulit, darah, saluran pencernaan, saluran urine, jantung, paru-paru, limpa, hati, tenggorokan dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh, sedang-kan organ ginjal sering dimasukkan sebagai karkas.
Berg dan Butterfield (1976), menyatakan bahwa komponen karkas terdiri dari jaringan tulang, daging dan lemak.  Tulang sebagai komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh daging dan lemak.  Proporsi komponen-komponen karkas tersebut dipengaruhi oleh faktor bangsa (genetik), umur, ransum dan penyakit (Tulloh, 1978).
Hasil karkas umumnya dinyatakan oleh persentase karkas atau “dressing percentage”, yaitu hasil bagi berat karkas dengan bobot hidup waktu disembelih dikalikan 100 persen (Cole, 1982). 
Persentase karkas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kualitas ransum, transportasi sebelum pemotongan ke rumah potong, penimbangan terhadap karkas segar dan karkas layu serta proporsi dari bagian sisa karkas (Berg dan Butterfiled, 1976).  Persentase karkas sapi daging kebiri yang berasal dari pameran dapat mencapai 63% dan sapi kurus baik jantan maupun betina adalah 40% -50% (Anderson, 1952 dikutip oleh Usri, 1990).  Selanjutnya Allen dan kilkenny (1984) menyatakan bahwa, kisaran normal persentase karkas sapi adalah 50 - 60%, hal ini sesuai dengan pendapat Gerrard (1977), yang menyatakan bahwa rata-rata persentase karkas sapi adalah 56% dari bobot tubuh sapi tersebut, dan dari persentase karkas yang dihasilkan tersebut terdiri dari 37,5% komponen daging dan sisanya sebanyak 18,5% merupakan komponen tulang dan lemak.
Pemotongan ternak sapi selain menghasilkan karkas, juga menghasilkan non karkas atau bagian sisa karkas, yang juga lazim disebut “offal”.  Bagian sisa kerkas terdiri dari, kepala, kaempat kaki bagian bawah, darah, jeroan dan kulit (Tulloh, 1978).
Menurut Whytes dan Ramsay (1979), komponen sisa karkas terdiri dari organ internal dan organ eksternal.  Organ internal terdiri atas hati, jantung, paru-paru, limpa, perut, usus, pankreas, oesophagus dan kantong kemih, sedangkan yang termasuk organ eksternal adalah kepala, kulit, kaki, ekor, darah, penis dan scrotum.
            Pendapat lain menyatakan bahwa, sisa karkas dibagi menjadi dua bagian, yaitu “edible offal” dan “inedible offal” (Gerrard, 1977). “Edible offal” adalah bagian sisa karkas yang masih layak dimakan, seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, limpa, perut, ekor dan darah. Sedangkan “inedible offal” adalah bagian sisa karkas yang tidak layak dimakan, misalnya tanduk, bulu, saluran kantong kemih, kulit, tulang. Oesophagus.
­­­
B.     Potongan Karkas Komersial
Parubahan karkas sapi sebelah kiri maupun kanan setelah pemeriksaan biasanya dibagi lagi menjadi bagian seperempat bagian (“quarter carcass”), yaitu karkas bagian perempat depan (“forequarter”) dan karkas bagian perempat belakang (“hindquarter”), (Undang, 1995).
Menurut Gerrard (1977) dan Undang (1995), untuk membagi paruhan karkas menjadi bagian perempat depan dan perempat belakang, terdapat beberapa perbedaan tempat pembagian pada berbagai negara.  Di Amerika Serikat, pembagian dilakukan antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13.
Di beberapa negara Eropa, pembagian perempatan bagian karkas dilakukan antara tulang rusuk ke-8 dan ke-9.  Di Australia, pembagian dilakukan antara tulang rusuk ke-10 dan ke-11, sedangkan di Indonesia bervariasi, misalnya di rumah potong Cakung pembagian dilakukan antara tulang rusuk ke-5 dan ke-6, akan tetapi pada rumah potong hewan swasta umumnya melakukan pembagian perempatan bagian karkas didasarkan pada standar yang ditentukan  dari USDA (“United States Departement of Agriculture”).
Lokasi daging yang berkualitas prima menurut Undang (1995), pada bagian karkas tersebut tergabung dalam bagian-bagian recahan paha, pinggul, bokong, dan iga utama, yaitu pada recahan nomor 4, 5, 6, 7, dan 8.  Karena gabungan recahan karkas prima tersebut bentuknya mirip pistol maka gabungan tersebut di Amerika Latin disebut “pistola”, di Skotlandia disebut “gun”, sedangkan di Perancis disebut “pan traite”.
Karkas perempatan bagian tersebut, kemudian dipotong-potong lagi menjadi potongan-potongan besar atau recahan karkas utama (“wholesale cuts”) yang dapat dipotong-potong lagi menjadi potongan-potongan eceran atau recahan karkas kecil (“retail cuts”).
Recahan karkas kecil diperoleh dari hasil perecahan karkas utama melalui proses “boning”, yaitu pemisahan antara tulang dan daging serta pemotongan daging menjadi potongan-potongan daging atau “items”.  Recahan-recahan karkas kecil inilah yang biasanya diperjual belikan di toko-toko dan super market dalam satuan berat tertentu (1 kg, ½  kg, dan sebagainya), serta dalam bentuk dan ukuran tertentu pula.

C.     Hasil Olahan Sampingan Pemotongan Sapi
Karkas atau daging merupakan hasil utama dari suatu pemotongan ternak sapi, dan mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada non karkas.  Bagian non karkas atau yang lazim disebut “offal”, terdiri dari bagian-bagian yang layak dimakan (“edible offal”) dan bagian-bagian yang tidak layak dimakan (“inedible offal”).
Bagian non karkas yang layak dimakan banyak macamnya, seperti bagian-bagian jeroan ternak.  Di Indonesia jeroan banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan.  Jeroan mengandung gizi cukup tinggi dan harganya lebih murah daripada daging.  Rincian pemanfaatan bagian non karkas yang layak dimakan dapat dilihat pada Tabel berikut
Komponen-komponen non karkas yang tidak layak di makan dapat diproses dan dimanfaatkan menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi.  Salah satunya yaitu untuk pakan ternak. Menurut Balkely dan Bade (1992), lebih dari 100 macam hasil sampingan penyembelihan sapi diproses dan dipasarkan, mulai dari kulit sampai lem, obat-obatan sampai lilin, sabun sampai sikat dan masih banyak lagi.
Hasil pengolahan komponen non karkas yang tidak layak dikonsumsi manusia, antara lain adalah tepung tulang, tepung darah, dan bermacam-macam hasil olahan yang berasal dari kulit, tanduk dan kuku.
Bagian offal yang layak dikonsumsi manusia Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Bagian offal
Manfaat
Otak,jantung,ginjal,hati, Limpa,pankreas dan lidah
Anekaragam daging dan Masakan
Ekor
Sup
Pipi dan tetelan kepala
Bahan sosis
Lambung ;
A. Pedet
B. Babi
C. Sapi

A. Renet untuk pembuatan
Keju
B. Selongsong sosis
C. Bahan sosis
Usus kecil, usus besar
selongsong sosis,aneka
Makanan
Esofagus
bahan sosis,aneka makanan
Sumber : Forrest et al. (1975).

Kulit adalah hasil sampingan terpenting dari penyembelihan sapi.  Sepatu, ikat pinggang, dompet, perkakas rumah, pakaian, alat-alat atletik, wayang kulit, hiasan dinding, tas, lem, bahkan alat musik seperti drum dapat dibuat dari kulit sapi.  Umumnya kulit direndam dalam larutan garam dan dilakukan “curing” paling sedikit selama 24 jam sebelum disamak.  Kebanyakan penyamak sudah biasa melakukannya membeli kulit dari rumah potong.  Kulit yang berat direndam untuk beberapa minggu dalam larutan penyamak yang dibuat dari kulit pohon untuk mendapatkan kekenyalan maksimum, sedangkan garam chrom digunakan untuk kulit yang lebih ringan.
Lemak yang tidak termakan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam pembuatan sabun, bahan kimia, plastik, minyak pelumas, zat anti beku, cat, dan bahan pakan yang mengandung kalori tinggi untuk ayam broiler.
Ekstrak dari kulit dan tulang, terutama dari jaringan pengikat yang disebut kolagen, digunakan untuk membuat lem dan perekat lainnya.
Sisa-sisa rambut dari kulit digunakan untuk mem-buat sikat, bahan pengisi lapisan topi, bahan pengisi bantal, permadani, bahan penyekat dan lain-lain.
Tanduk dan kuku atau teracak digunakan dalam pembuatan zat gizi untuk tanaman dan pupuk, sisir, kancing, ornamen dan dadu.  Setelah dihaluskan dan dibakar dapat dihasilkan suatu produk yang dapat digunakan dalam pemurnian atau penyulingan gula.  Selain itu menurut Blakely dan Bade (1992), masih banyak lagi hasil atau produk sampingan, lebih dari 35 macam obat-obatan dan bahan farmasi dapat diekstraksi dari organ dan kelenjar yang diambil dari ternak sapi.  Satu contoh adalah insulin yang diambil dari organ pankreas sebagai obat untuk penyakit diabetes.
Menurut Soeparno (1994), di beberapa negara termasuk Indonesia, kotoran ternak telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan-bahan yang penting, misalnya gas bio, dan sebagai pupuk.
 

PENUTUP 


a.       Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
Hasil pemotongan ternak yaitu karkas dan non Karkas dapat dimanfaatkan untuk berbagai Tujuan. Bagian nonkarkas atau yang lazim Disebut offal terdiri dari bagian yang layak Dimakan seperti Otak, jantung, ginjal, hati, limpa, pancreas, lidah, ekor, Pipi, tetelan kepala, Usus kecil, usus besar, dan Esofagus.
Sedangkan edible dan bagian yang tidak layak Dimakan/non edible yaitu antara lain tepung tulang, tepung hati, tepung darah, kulit untuk sepatu, tanduk, kuku, tulang, Sisa-sisa rambut dll. Komponen-komponen non karkas yang tidak layak di makan dapat diproses dan dimanfaatkan menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi.  Salah satunya yaitu untuk pakan ternak atau dapat diproses dan dipasarkan, mulai dari kulit sampai lem, obat-obatan sampai lilin, sabun sampai sikat dan masih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA

 

Blakely, J. dan D.H. Bade.  1992.  Ilmu peternakan diterjemahkan oleh  Bambang             Srigandono.  Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Bratzler, L.J., Gaddis, A.M. dan Sulzbacher.  1977.  Fundamentals of food freezing.          The AVI Publishing Company Inc. : Westport, Connecticut.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick,  M.D. Judge, and R.A. Markel. 1975.   Principle of meat science.  W.H. Freeman and Company :  San Fransisco.

Gerrard, F.  1977.  Meat technology.  5th Ed. Northwood Publication Ltd. : London.

Lawrie, R.A.  1979.  Meat science.  3rd Edition.  Pergamon Press.

Undang, S.  1995.  Tatalaksana pemeliharaan ternak sapi.  Penebar Swadaya        Jakarta.

Usri, N.  1990.  Dampak bobot badan awal terhadap penampilan produksi  hasil    penggemukan pedet Holstein Friesian jantan.  Laporan Penelitian.  Fakultas          Peternakan, Universitas Padjadjaran : Bandung.

Walker, D.M. and G.J. Walker.  1961.  The development of digestive of rumen        function in young lamb.  J. Agr. Sci. Vol. 57.

Whytes, J.R. and W.R. Ramsay.  1979.  Beef carcass composition and meat quality.           first Edition Queensland Departement of Primary Industries Brisbane.

Williamson, G. and W.J.A. Payne.  1993.  Pengantar peternakan di daerah tropisditerjemahkan oleh Djiwa Darmadja.  Gadjah Mada University Press :       Yogyakarta. http://rivaarifin.blogspot.com/2012/03/teknik-pemotongan-ternak-          besar.html. [diakses 04 mei 2012]
W. Lukman. D. 2008. Daging dan Produk Olahannya. http://higiene-          pangan.blogspot.com/2008/10/daging-dan-produk-olahan-daging.html.        [diakses 04 mei 2012] 

Tidak ada komentar: