DIFUSI INOVASI
PENDAHULUAN
Teori difusi inovasi telah ada sejak
tahun 1950-an. Pada saat itu pemerintah AmerikaSerikat ingin mengetahui
bagaimana dan mengapa sebagian petani di sana mengadopsiteknik-teknik baru
dalam pertanian dan sebagian lainnya tidak. Everett M Rogers pada waktuitu
menjadi bagian dari tim eksplorasi ini. Meskipun pada awalnya teori difusi ini
ditujukanuntuk memahami difusi dari teknik-teknik pertanian tapi pada perkembangan
selanjutnyateori difusi ini digunakan pada bidang-bidang lainnya.
Pada tahun 1962 Everett Rogers
menulis sebuah buku yang berjudul “ Diffusion of Innovations “ yang
selanjutnya buku ini menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, mengapa orang mengadopsi
inovasi, faktor-faktor sosial apa yang mendukung adopsi inovasi,dan bagaimana
inovasi tersebut berproses di antara masyarakat Inovasi Rogers menyatakan bahwa
inovasi adalah “ “an idea, practice, or object percei ved as new by the
individual.” ( suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa
baru olehindividu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena padamungkin
suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian
orangtetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh
individu terhadap ide,praktek atau benda tersebut.
Difusi didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melaluisaluran tertentu selama
jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusidapat
dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide
baru.Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan
sosial yaitu suatuproses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
sistem sosial.
Inovasi
baru yang merupakan hasil penelitian suatu instansi/lembaga penelitian bisa
sampai kepada sasaran atau petani maka perlu adanya suatu proses alih informasi
pertanian yaitu melalui media cetak brosur, sedangkan kecepatan adopsi inovasi
pertanian dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor lain. Hal ini sesuai
pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa keputusan menolak atau menerima
inovasi teknologi oleh para petani ditentukan oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi
petani itu sendiri.
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Inovasi dan Difusi
2.1.1.
Inovasi
Inovasi Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea,
practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan,
praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi
ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin
suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang
tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu
terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
2.1.2. Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama
jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat
dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide
baru. Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan
sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
sistem sosial.
2.2. Unsur-Unsur Difusi Inovasi
Proses
difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi
- Innovation ( Inovasi), yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau kelompok.
- Communication channel ( saluran komunikasi ), yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu lainnya.
- Time ( waktu ), ada tiga faktor waktu, yaitu :
·
Innovation decision
process ( proses keputusan inovasi)
·
Relative time which
an inovation is adopted by individual or group. ( waktu relatif yang mana sebuah inovasi dipakai oleh individu
atau kelompok )
·
Innovation’s rate
of adoption ( tingkat adopsi inovasi )
4.
Social System ( sistem sosial ), yaitu serangkaian bagian yang saling
berhubungan dan bertujuan untuk mencapai tujuan umum.
Yang akan dibahas oleh penulis
adalah mengenai sub bagian unsur waktu, yaitu Innovation Decision Process
( proses keputusan inovasi ) yang juga merupakan salah satu elemen yang penting
dalam difusi inovasi.
2.3. Konsep Dasar Proses Keputusan Inovasi ( Innovation Decision Process)
The innovation-decision process merupakan proses mental yang
mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu
inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat
keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan
gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari
informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi
ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut.
Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis
dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi
baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan
psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan hierarchy-of-effect
principle.
Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit
analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian ( uncertainty).
Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi
tersebut akan memenuhi kebutuhan . Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi
tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya.
Lalu bagaimana mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan
keuntungan dari berbagai segi, seperti :
·
dari segi biaya,
apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi dengan tingkat
ketidakpastian yang besar ?
·
apakah inovasi
tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari ?
·
apakah sesuai
dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada ?
·
apakah sulit untuk
digunakan ?
2.4. Proses Keputusan Inovasi
Rogers
menggambarkan The Innovation Decision Process ( proses keputusan
inovasi) sebagai kegiatan individu untuk mencari dan memproses informasi
tentang suatu inovasi sehingga dia termotivasi untuk mencari tahu tentang
keuntungan atau kerugian dari inovasi tersebut yang pada akhirnya akan
memutuskan apakah dia akan mengadopsi inovasi tersebut atau tidak.
Bagi
Rogers proses keputusan inovasi memiliki enam tahap, yaitu :
1.
knowledge
(pengetahuan)
2.
persuasion
(kepercayaan)
3.
decision
(keputusan)
4.
implementation, dan
(penerapan)
5.
confirmation
(penegasan/pengesahan)
6.
Discontiuance ( ketidakberlanjutan)
Keenam langkah ini dapat digambarkan seperti di bawah ini :
1.
Knowledge
Stage/tahap pengetahuan
Proses keputusan inovasi ini dimulai
dengan Knowledge Stage. Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang
keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa
?, bagaimana ?, dan mengapa ? merupakan pertanyaan yang sangat
penting pada knowledge stage ini. Selama tahap ini individu akan menetapkan “
Apa inovasi itu ? bagaimana dan mengapa ia bekerja ?. Menurut Rogers,
pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge):
- Awareness-knowledge merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.
- How-to-knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.
- Principles-knowledge , yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan.
Suatu inovasi dapat diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan
tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi
tersebut.
2.
Persuasion
Stage
Tahap Persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap
positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung
akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu
inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang
inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses
keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat
kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion stage bersifat afektif
karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan
terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan
dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap
inovasi.
3.
Decision
Stage
Pada tahapan ini individu membuat
keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption
(menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh,
sedangkan menolak berarti “ not to adopt an innovation”. Jika inovasi dapat
dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi
ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama
ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan
untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja
terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua
jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection.
- Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut.
- passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.
4.
Implementation
Stage ( Tahap implementasi)
Pada tahap implementasi, sebuah
inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu
yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi.
Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna
akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan
berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang
mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi
jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih
banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.
Penemuan kembali biasanya terjadi
pada tahap implementasi ini, maka tahap ini merupakan tahap yang sangat
penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana sebuah inovasi diubah
atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau implementasinya.
Rogers juga menjelaskan tentang perbedaan antara penemuan dan inovasi
(invention dan Innovation). Invention adalah proses di mana ide-ide baru
ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi adalah proses penggunaan ide yang
sudah ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin banyak terjadi penemuan maka
akan semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.
5.
Confirmation
Stage
Ketika Keputusan inovasi sudah
dibuat, maka si penguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini . Menurut
Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan
ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi
kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan
berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi
dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan
inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu .
6.
Discontiuance ( ketidakberlanjutan)
Discontinuance adalah suatu
keputusan menolak sebuah inovasi setelah sebelumnya mengadopsinya.
Ketidakberlanjutan ini dapat terjadi selama tahap ini dan terjadi pada dua cara
:
- Pertama atas penolakan individu terhadap sebuah inovasi mencari inovasi lain yang akan menggantikannya. Keputusan jenis ini dinamakan replacement discontinuance.
- Yang kedua dinamakan disenchanment discontinuance. Dalam hal ini individu menolak inovasi tersebut disebabkan ia merasa tidak puas atas hasil dari inovasi tersebut. Alasan lain dari discontinuance decision ini mungkin disebabkan inovasi tersebut tidak memenuhi kebutuhan individu. sehingga tidak merasa adanya keuntungan dari inovasi tersebut.
2.5. Implementasi Di Tingkat Sekolah
Inovasi sebagai suatu ide, gagasan,
praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru
oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab itu, inovasi pada
dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa
praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan
olah-teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan
dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu kedaan
tertentu ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, banyak usaha
yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan.
Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain dalam hal
manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan
guru, implementasi kurikulum, dsb.
Dalam
hal implementasi inovasi di sekolah, maka guru merupakan faktor terpenting yang
harus melaksanakan inovasi dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.
Inovasi harus berlangsung di sekolah guna
memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa
b.
Ujung tombak
keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru
c.
Oleh karena itu
guru harus mampu menjadi seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau
metode yang efektif untuk mendidik
d.
Inovasi yang
dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di
kelas.
e.
Kunci utama yang
harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang
dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa
Proses
keputusan inovasi di tingkat sekolah berawal dari pengetahuan atau kesadaran
para personil di sekolah / guru tentang kebutuhan akan sebuah inovasi yang akan
membantu memecahkan persoalan yang mereka hadapi sampai dengan pengadopsian
suatu inovasi. Untuk mencapai hal tersebut ada tiga tahap yang harus dilalui
yaitu :
1)
Tahap Akuisisi Informasi :
Para guru memperoleh dan memahami
Informasi tentang suatu inovasi, umpamanya tentang metodologi pengajaran, media
pembelajaran yang baru dari berbagai sumber ( buku, jurnal, koran, dll).
2)
Tahap Evaluasi Informasi :
Orang mengevalusi
informasi tentang inovasi, dengan berbagai pertimbangan apakah sesuai atau
tidak dalam memenuhi kebutuhan.
3)
Tahap Adopsi :
Yaitu proses keputusan apakah
akan melaksanakan atau menolak suatu inovasi
Orang melaksanakan / menolak inovasi.
2.6. Hambatan
terhadap Inovasi
Dalam implementasinya kita sering mendapati beberapa
hambatan yang berkaitan dengan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa hampir
setiap individu atau organisasi memiliki semacam mekanisme penerimaan dan
penolakan terhadap perubahan. Segera setelah ada pihak yang berupaya mengadakan
sebuah perubahan, penolakan atau hambatan akan sering ditemui. Orang-orang
tertentu dari dalam ataupun dari luar sistem akan tidak menyukai, melakukan
sesuatu yang berlawanan, melakukan sabotase atau mencoba mencegah upaya untuk
mengubah praktek yang berlaku. Penolakan ini mungkin ditunjukkan secara terbuka
dan aktif atau secara tersembunyi dan pasif. Alasan mengapa ada orang yang
ingin menolak perubahan walaupun kenyataannya praktek yang ada sudah kurang
relevan, membosankan, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi. Fenomena ini sering
disebut sebagai penolakan terhadap perubahan. Banyak upaya telah dilakukan
untuk menggambarkan, mengkategorisasikan dan menjelaskan fenomena penolakan
ini.
Ada empat
macam kategori hambatan dalam konteks inovasi. Keempat kategori tersebut
adalah:
a) Hambatan psikologis
Hambatan-hambatan
ini ditemukan bila kondisi psikologis individu menjadi faktor penolakan.
Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk memahami apa
yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya
perubahan. Kita akan menggambarkan jenis hambatan ini dengan memilih satu
faktor sebagai suatu contoh yaitu dimensi kepercayaan/keamanan versus
ketidakpercayaan/ketidakamanan karena faktor ini sebagai unsur inovasi yang
sangat penting. Faktor-faktor psikologis lainnya yang dapat mengakibatkan
penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan karena merasa sudah cukup dengan
keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan tentang masalah.
Kita
dapat berasumsi bahwa di dalam suatu sistem sosial, organisasi atau kelompok
akan ada orang yang pengalaman masa lalunya tidak positif. Menurut para ahli
psikologi perkembangan, ini akan mempengaruhi kemampuan dan keberaniannya untuk
menghadapi perubahan dalam pekerjaannya. Jika sebuah inovasi berimplikasi
berkurangnya kontrol (misalnya diperkenalkannya model pimpinan tim atau
kemandirian masing-masing bagian), maka pemimpin itu biasanya akan memandang
perubahan itu sebagai negatif dan mengancam. Perubahan itu dirasakannya sebagai
kemerosotan, bukan perbaikan.
b) Hambatan praktis
Hambatan praktis adalah faktor-faktor
penolakan yang lebih bersifat fisik. Untuk memberikan contoh tentang hambatan
praktis, faktor-faktor berikut ini akan dibahas:
1) waktu
2) sumber daya
3) sistem
2) sumber daya
3) sistem
Ini adalah faktor-faktor yang sering
ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat perubahan dalam organisasi dan
sistem sosial. Program pusat-pusat pelatihan guru sangat menekankan aspek-aspek
bidang ini. Ini mungkin mengindikasikan adanya perhatian khusus pada keahlian
praktis dan metode-metode yang mempunyai kegunaan praktis yang langsung. Oleh
karena itu, inovasi dalam bidang ini dapat menimbulkan penolakan yang terkait
dengan praktis. Artinya, semakin praktis sifat suatu bidang, akan semakin mudah
orang meminta penjelasan tentang penolakan praktis. Di pihak lain, dapat
diasumsikan bahwa hambatan praktis yang sesungguhnya itu telah dialami oleh
banyak orang dalam kegiatan mengajar sehari-hari, yang menghambat perkembangan
dan pembaruan praktek. Tidak cukupnya sumber daya ekonomi, teknis dan material
sering disebutkan.
Dalam hal mengimplementasikan perubahan,
faktor waktu sering kurang diperhitungkan. Segala sesuatu memerlukan waktu.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengalokasikan banyak waktu bila kita
membuat perencanaan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah yang tidak
diharapkan, yang mungkin tidak dapat diperkirakan pada tahap perencanaan,
kemungkinan akan terjadi.
Dalam kaitan ini penting untuk dikemukakan bahwa dana saja
tidak cukup untuk melakukan perbaikan dalam praktek. Sumber daya keahlian
seperti pengetahuan dan keterampilan orang-orang yang dilibatkan dalam upaya
inovasi ini merupakan faktor yang sama pentingnya. Dengan kata lain, jarang sekali
kita dapat memilih antara satu jenis sumber atau jenis sumber lainnya,
melainkan kita memerlukan semua jenis sumber itu. Jelaslah bahwa kurangnya
sumber tertentu dapat dengan mudah menjadi hambatan.
c) Hambatan kekuasaan dan nilai
Bila
dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu
inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi
yang dianut orang-orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut sejumlah orang lain. Jika inovasi berlawanan dengan
nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokan nilai akan terjadi dan penolakan
terhadap inovasi pun muncul.. Apakah kita berbicara tentang penolakan terhadap
perubahan atau terhadap nilai-nilai dan pendapat yang berbeda, dalam banyak
kasus itu tergantung pada definisi yang kita gunakan. Banyak inovator telah
mengalami konflik yang jelas dengan orang lain, tetapi setelah dieksplorasi
lebih jauh, ternyata mereka mendapati bahwa ada kesepakatan dan aliansi dapat
dibentuk. Pengalaman ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa sering kali
orang dapat setuju mengenai sumber daya yang dipergunakan. Kadang-kadang hal
ini terjadi tanpa memandang nilai-nilai. Dengan demikian kesepakatan atau
ketidaksepakatan di permukaan mudah terjadi dalam kaitannya dengan aliansi.
Sering kali aliansi itu terbukti sangat penting bagi implementasi inovasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
memperhatikan pembahasan di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa proses
keputusan inovasi merupakan bagian dari difusi inovasi yaitu proses seseorang
mulai dari tahu tentang inovasi sampai dengan mengambil keputusan apakah
menerima atau menolak inovasi tersebut. Berikut ini adalah gambaran singkat
tentang tahapan-tahapan dalam proses keputusan inovasi menurut Everett Rogers :
1.
Knowledge Stage /
tahap pengetahuan
a.
perolehan informasi
tentang inovasi
b.
pemahaman
pesan-pesan informasi
c.
pengetahuan atau keterampilan
untuk adopsi inovasi
2.
Persuasion Stage /
tahap peyakinan
a.
rasa suka terhadap
inovasi
b.
mendiskusikan
dengan orang lain
c.
menerima
pesan-pesan inovasi
d.
membentuk gambaran
positif tentang inovasi
e.
mendukung perilaku
inovatif dari sistem
3.
Decision Stage / tahap
keputusan
a.
minat untuk
mencarai informasi lebih lanjut tentang inovasi
b.
minat untuk mencoba
inovasi tersebut
4.
Implementation
a.
mendapatkan
informasi tambahan tentang inovasi
b.
menggunakan inovasi
c.
inovasi yang berlanjut
5.
Confirmation Stage
a.
pengakuan tentang
keuntungan mengimplementasikan inovasi
b.
mengintegrasikan
inovasi secara berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
c.
mempromosikan
inovasi pada orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Rogers, Everett M (1983), Diffusion of Innovation, The Free
Press, A Division of Macmillan
Publishing C., Inc. New York.
Rogers, Everett M and F. Floyd Shoemaker (1971),
Communication of Innovations, A Cross-Cultural Approach.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar