Kamis, 10 Oktober 2013

Kebutuhan Nutrisi pada Ayam Broiler



Kebutuhan Nutrisi Pada Ayam Broiler
A.  Latar Belakang
Pada umumnya ternak unggas membutuhkan asupan gizi yang baik bagi pertumbuhannya.  Zat gizi atau nutrien tersebut bisa berupa sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral dalam pakan yang dikonsumsinya atau yang dapat disintesis dalam tubuhnya sendiri. Pakan merupakan semua bahan yang dapat dimakan ternak, dicerna, diserap, dan dapat dipergunakan untuk memenuhi  kebutuhannya.
Ternak unggas apabila diberi beberapa  pakan secara terpisah (cafeteria) maka ia akan memilih makanan sesuai dengan kebutuhannuya. Selain itu unggas lebih mengandalkan indra penglihatan untuk memilih pakan, berbeda dengan ruminansia yang mengandalkan penciuman dari pada penglihatannya. Ada beberapa  bentuk pakan (ransum tunggal) yang diberikan pada ternak diantaranya pelletmash (tepung), crumble (butiran), cube (kubus), cake (lempengan), chip (emping) atau hijauan.
Daging ayam broiler merupakan salah satu produk bahan makanan hewani yang memiliki permintaan yang cukup tinggi.  Hal ini disebabkan karena ayam broiler mempunyai beberapa keunggulan seperti dagingnya lunak, ukuran badan besar, pertumbuhan sangat cepat, daging bersisi dan padat serta nilai gizi yang baik bagi asupan nutrisi tubuh manusia (Hartono, 1995).  Ayam broiler biasanya dipotong dalam umur yang relatif singkat yakni 28-40 hari, sehingga untuk memproduksi ayam broiler dengan karkas yang berkualitas dan dalam jangka waktu yang singkat peternak biasanya berupaya agar hewan ternaknya dapat tumbuh dengan baik, cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.
Kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi protein hewani semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik. Salah satu sumber protein yang cukup diminati masyarakat adalah ayam broiler. Usaha Peternakan unggas khususnya ayam broiler hingga saat ini masih merupakan sektor kegiatan yang paling cepat menghasilkan bahan pangan berprotein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Menurut BPS (2011), komoditi peternakan unggulan khususnya ayam broiler pada tahun 2007 mencapai 416.575 ekor, sedangkan tahun 2008 meningkat sebanyak 447.313 ekor dan diikuti tahun berikutnya 2009 dan 2010 sebanyak 458.003 dan 433.111 ekor di kota kendari.
Dalam pemberian ransum ayam broiler beberapa hal harus diperhatikan antara lain : system pemeliharaan, kualitas bahan pakan atau ransum yang diberikan, harga pakan, serta umur ternak . Pada sistem pemeliharaan tradisional maupun semi intensif, ayam broiler memperoleh sebagian zat gizi dari lingkungannya sehingga sulit untuk menyusun ransum sesuai dengan kebutuhan zat gizi secara tepat karena jumlah zat gizi yang didapat clan jenis sumber pakan yang tersedia pada suatu lingkungan dengan lingkungan lainnya sangat bervariasi.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka secara spesifik permasalahan yang ingin dikaji dalam makalah ini adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada ayam broiler.

C.  Tujuan dan Manfaat
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada ayam broiler. Dan manfaat dari makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui kebutuhan nutrisi pada ayam broiler dan sebagai bahan bacaan.
I.     TINJAUAN PUSTAKA
A.  Landasan Teori
1.         Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam.  Ayam tersebut dihasilkan melalui perkawinan silang, seleksi dan rekayasa genetika yang dilakukan oleh pembibitnya. (Sudaryani dan Santoso, 2010).
Ayam broiler memiliki banyak strain. Strain merupakan istilah untuk jenis ayam yang telah mengalami pernyilangan dari bermacam-macam bangsa sehingga tercipta jenis ayam baru dengan nilai ekonomi produksi tinggi dan bersifat turun-temurun.  Pemberian nama strain biasanya dilakukan oleh pembibit penciptanya (breeding farm).  Jenis ayam broiler yang saat ini popular di Indonesia yaitu Cobb, Ross, Lohman Meat, Hubbard dan Hybro (Sudaryani dan Santoso, 2010).

2.         Konsumsi ransum
Menurut Rasyaf (2010), konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada dalam ransum ke saluran pencernaan yang tersusun dari berbagai bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler.
Menurut Rasyaf (2010), pertumbuhan yang cepat didukung dengan konsumsi ransum yang banyak. Bila ransum diberikan ad libitum, ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang. Setiap bibit ayam sudah ditentukan konsumsi ransumnya sehingga kemampuan ayam akan muncul. Komsumsi itulah yang disebut konsumsi standar atau baku, sesuai arah pembuatan bibit.
3.         Pertumbuhan Ayam Broiler
Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai hasil sintesa biologis yang menghasilkan beberapa unit biokimia baru (Suryana, 1992; Rail, 2007).    Pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh (Anggorodi, 1994).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik.  Faktor lingkungan yang paling berperan adalah faktor pakan yang diberikan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya, kondisi pemeliharaan, kesehatan serta manajemen pemeliharaan (Suryana, 2001; Rail, 2007).
Pakan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan unggas karena dari segi ekonomi, biaya pakan merupakan biaya yang cukup besar (65-70%) dari total biaya produksi (Zuprizal, 2006).  Pakan yang baik adalah pakan yang dapat mensuplai secara seimbang semua nutrient yang dibutuhkan ternak seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Tillman, 1989).
Kebutuhan protein dan energi metabolisme ayam broiler pada berbagai periode pertumbuhan (Tabel 2).
Tabel 1 Jenis-jenis Pakan Berdasarkan Kandungan Nutrisi
Jenis pakan
Lama pemberian
Protein (%)
Energi metabolisme
(kkal/kg pakan)
Prastarter
1-7 hari
23-24
3.050
Starter
8-28 hari
21-22
3.100
Finisher
29- panen
18-20
3.200-3300
Sumber  : Santoso dan Sudariani (2002)
Ayam broiler umumnya dipelihara dalam 5-6 minggu dengan bobot tubuh 1,4-1,6 kg/ekor.  Akan tetapi, ayam broiler dengan bobot badan lebih dari itu juga diterima konsumen, misalnya bobot tubuh antara 1,8-2,0 kg/ekor.  Ayam dengan bobot badan seperti ini memerlukan masa pemeliharaan 6-7 minggu.  Waktu pemeliharaan yang singkat menyebabkan banyak pihak ingin ikut serta dalam bisnis ayam broiler (Rasyaf, 1998).
II. PEMBAHASAN
A.    Konsumsi ransum
Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan energi yang diperlukan. Berdasarkan bentuknya ransum dapat dibagi menjadi 3 jenis : yaitu mash, pellet,dan crumble. Hijauan dapat diberikan pada ternak sebagai pakan tambahan. Pada umumnya ternak unggas membutuhkan zat gizi berupa protein sebagai zat pembangun tubuh, kabohidrat dan lemak sebagai sumber energi serta vitamin dan mineral yang juga penting bagi perkembangan tubuhnya (Nawawi dan Nurrohmah 2003).
Tujuan utama pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum, pemberian ransum dalam jumlah yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas perlu dilakukan. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan protein dan energi dalam ransum. Di samping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan (Kartadisastra, 1994).
Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak. Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tilman et al., 1998).  Parakkasi (1999), menyatakan konsumsi ransum merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan unggas bila makanan tersebut diberikan secara ad-libitum dalam jangka waktu tertentu dan tingkat konsumsi ini menggambarkan palatabilitas.
Terdapat perbedaan bobot badan antara ternak yang diberikan ransum secara ad-libitum dan ternak yang ransumnya dibatasi serta perbedaan antara ternak yang mendapat rasio ransum yang optimal dan ternak yang mendapat ransum tidak optimal (Gordon dan Charles, 2002). 
Menurut NRC (1994), faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum ialah bobot badan ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.  Menurut North dan Bell (1990), konsumsi ransum tiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan.  
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Umur 0 – 6 Minggu
Zat Nutrisi
Starter
Finisher
Protein Kasar (%)
23
20
Lemak Kasar (%)
4
3-4
Serat Kasar (%)
3-5
3-6
Calsium (%)
1
0,9
Phospor (%)
0,45
0,4
Energi Metabolis (kkal/kg)
3200,0
3200,0

B.     Pertumbuhan Ayam Broiler
Pertumbuhan merupakan suatu proses peningkatan pada ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan setelah lahir sampai mencapai dewasa.  Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan sel yang mengalami pertumbuhan jumlah (hyperlasia) dan pembesaran (hypertropi) dari ukuran sel itu sendiri.  Dijelaskan pula bahwa pertumbuhan ayam paling cepat terjadi sejak menetas hingga 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan (Ensminger, 1992). Ayam broiler dalam pembentukan jaringan tubuh membutuhkan nutrisi dan zat makanan untuk dapat tumbuh dengan baik. Zhang (1999) menyatakan bahwa ayam broiler akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik dengan ransum yang memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi.
Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai 6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu)
Jenis Kelamin
Jantan (g)
Betina (g)
1
152
144
2
376
344
3
686
617
4
1085
965
5
1576
1344
6
2088
1741
Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan berlangsung mulai perlahan-lahan kemudian cepat dan pada tahap terakhir perlahan-lahan kembali yang kemudian berhenti sama sekali. Dijelaskan lebih lanjut mengenai Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler antara lain Faktor nutrisional yang meliputi energi, protein, vitamin, mineral dan kalsium. Faktor manajerial meliputi genetik, jenis kelamin, umur, penyakit, manajemen pemeliharaan (Wahju 1997). Pertumbuhan ayam broiler dipengaruhi oleh faktor genetik, dimana masing-masing ternak mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda (Suprijatna et al. 2005). Menurut Tillman et al. (1991) Pertumbuhan dapat dilihat pada kenaikan bobot badan yang diperoleh dengan cara menimbang ayam broiler secara harian, mingguan ataupun menurut periode waktu tertentu. Menurut Scott et al. (1982) ayam broiler tumbuh relatif cepat pada hari pertama sampai 6 minggu. Pola pertumbuhan unggas dimulai secara perlahan lalu berlangsung lebih cepat dan akhirnya menurun kecepatannya atau berhenti sama sekali.

C.    Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler
Kandungan nutrien pada masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pemeliharaan dapat tercapai (Wahju,1992). Penyusunan ransum ayam broiler memerlukan informasi mengenai kandungan nutrien dari bahan-bahan penyusun sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrien dalam jumlah dan persentase yang diinginkan (Amrullah, 2004). Nutrien tersebut adalah energi, protein, serat kasar, kalsium (Ca) dan fosfor (P). Sumber energi utama yang terdapat ransum ayam broiler adalah karbohidrat dan lemak.
Rekomendasi kebutuhan nutrisi pakan ayam broiler menurut NRC (1994) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 4. Kebutuhan nutrien pakan ayam broiler
Umur (Minggu)
Protein
(%)
ME (Kkal/kg)
Ca
(%)
Pospor
(%)
0-3
23
3200
1,00
0,45
3-6
20
3200
0,90
0,35
6-8
18
3200
0,80
0,30
Sumber : NRC (1994)
Energi metabolisme yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda , sesuai tingkat umurnya, jenis kelamin dan cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan energi metabolisme lebih tinggi (Fadilah, 2004). Menurut Wahju (1992), energy yang dikonsumsi oleh ayam broier umumnya digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi, menyelenggarakan aktivitas fisik dan mempertahankan temperature tubuh yang normal. Fadilah (2004) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode starter 3080 kkal/kg ransum pada tingkat protein 24%, sedangkan periode finisher 3190 kkal/kg ransum pada tingkat protein 21%.
Angka kebutuhan energi yang absolut tidak ada, karena ayam broiler dapat menyesuaikan jumlah rasnsum yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi bagi tubuhnya (Rizal, 2006). Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam broiler umur 1-14 hari adalah 24% dan untuk umur 14-39 hari adalah 21%. Kebutuhan protein untuk ayam broiler yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju, 1992). Rasyaf (1992) menyatakan bahwa kebutuhan energi metabolis berhubungan erat dengan kebutuhan protein yang mempunyai peranan penting pada pertumbuhan ayam broiler selama masa pertumbuhan. Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan bahwa penggunaan serat kasar dalam ransum ayam broiler adalah sebesar 5%.
Menurut Wahju (1992), persentase serat kasar yang dapat dicerna oleh ternak ayam broiler sangat bervariasi. Efeknya terhadap penggunaan energi sangat kompleks. Serat kasar yang tidak tercerna dapat membawa nutrien lain yang keluar bersama feses. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa kesanggupan ternak dalam mencerna serat kasar tergantung dari jenis alat pencernaan yang dimiliki oleh ternak tersebut dan tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat dalam alat pencernaan. Ayam broiler tidak dapat memanfaatkan serat kasar sebagai sumber energi. Serat kasar ini masih dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh unggas yang berperan sebagi bulky, yaitu untuk memperlancar pengeluaran feses (Rizal, 2006). Siregar dan Sabrani (1970) menambahkan, serat kasar yang berlebihan akan mengurangi efisiensi penggunaan nutrien-nutrien lainnya, sebaliknya apabila serat kasar yang terkandung dalam ransum terlalu rendah, maka hal ini juga membuat ransum tidak dapat dicernadengan baik.
Kebutuhan anak ayam (starter) akan kalsium (Ca) adalah 1% dan ayam sedang tumbuh adalah 0,6%, sedangkan kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45% dalam ransum (Rizal, 2006). Murtidjo (1987) menambahkan bahwa ransum ternak unggas perlu mengandung mineral Ca dan P dalam jumlah yang cukup. Peranan Ca dalam tubuh ternak unggas tercermin jelas bahwa 70-80% tulang ternak terdiri atas Ca dan P. Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan bahwa Ca dan P adalah mineral esensial, dan keduanya saling berhubungan erat dalam proses biologis ternak ayam broiler. Rasyaf (1994) menambahkan bahwa nisbah Ca dan P antara 1:1 – 2:1. Apabila nisbahnya tidak tepat selanjutnya dapat mempengaruhi penyerapannya.

D.    Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Nutrien
Program pemberian ransum sangat tergantung terhadap rencana ayam untuk dipanen, jika ayam broiler yang akan dipanen berukuran kecil sampai sedang, pemberian ransum menggunakan program dua jenis ransum. Tepung (mash) biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu. Butiran atau remah (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler (Fadilah, 2004),
Menurut Amrullah (2004), semakin mendekati waktu panen, konsumsi energi tersedia dilebihkan sehingga ayam dapat menyimpan padatan lemah bawah kulit dan rongga perutnya. Murtidjo (1987) menambahkan, tinggi atau rendahnya kadar energi metabolis dalam ransum ayam broiler, akan memmpengaruhi banyak sedikitnya ayam broiler mengkonsumsi ransum.
Rasio energi-protein ayam broiler akan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur ayam. Keadaan ini disebabkan karena semakin tua umur ayam broiler, maka kebutuhan energinya akan lebih banyak, sedangkan kebutuhan proteinnya lebih sedikit. Kebutuhan protein berdasarkan berat badan ayam akan berkurang sejalan dengan bertambahnya umur ayam (Fadilah, 2004).
Amrullah (2004) menyatakan bahwa tingkat rasio energi-protein yang lebih tinggi dari kebutuhan dapat membentuk lemak selama akhir pemeliharaan. Frekuensi atau waktu pemberian ransum pada anak ayam biasanya lebih sering, sampai 5 kali sehari dan semakin tua ayam frekuensi pemberian ransum semakin berkurang sampai dua atau tiga kali sehari. Namun, yang perlu mendapat perhatian dari segi waktu ini adalah ketepatan waktu pemberian ransum setiap harinya perlu dipertahankan karena pemberian ransum pada waktu yang tidaktepat setiap hari dapat menurunkan produksi (Rizal, 2006). Ransum juga dapat diberikan dengan cara terbatas pada waktu-waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebutuhan ayam, misalnya pagi dan sore. Saat diberikan biasanya ayam dalam keadaan lapar sehingga ransum tidak banyak terbuang (Sudaro dan Siriwa, 2007).
III.             PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka secara spesifik kesimpulan yang ingin dikaji dalam makalah ini yaitu:
1.      Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan energi yang diperlukan.
2.      Pertumbuhan merupakan suatu proses peningkatan pada ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan setelah lahir sampai mencapai dewasa.
3.      Kandungan nutrien pada masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pada pemeliharaan ayam broiler dapat tercapai dengan baik
4.      Program pemberian ransum sangat tergantung terhadap rencana ayam untuk dipanen, jika ayam broiler yang akan dipanen berukuran kecil sampai sedang, pemberian ransum menggunakan program dua jenis ransum.
a)      Tepung (mash) biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu.
b)      Butiran atau remah (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler


DAFTAR PUSTAKA

Amrulah, Ibnu Katsir. 2004. Nutrien Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.     PT. Gramedia. Jakarta.

BPS Kota Kendari. 2011.

Ensminger. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing Company,  Clovis, California.

Ensminger,  M.E., J.E. Oldfield and W.W.  Heineman, 1992.  Feeds and nutrition.  2nd Edition.  Ensminger Publishing Company. California. USA. 

Fadilah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Fender. 2012. Pengantar Ilmu Nutrisi Cafetaria Feeding Pada Ayam Broiler.             http://fenderproject.wordpress.com/2012/09/02/laporan-pengantar-ilmu-nutrisi-cafetaria-   feeding-pada-ayam-broiler/

Gordon, S.H. and D.R. Charles, 2002. Niche and organik chicken products: Their technology and            scientific principles. Nottingham University Press. Definition: III-X, UK.

Hartono, 1995. Beternak ayam pedaging super. CV. Gunung Mas. Pekalongan.

Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kiat Meningkatkan Keuntungan Dalam        Agribisnis Unggas

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

M.O. and D.D. Bell, 1990.  Commercial chicken production manual.  4th
Edition.  Van Nostrand.  Reinhold, New York.
Nawawi M. Thamrin, S. Nurrohmah. 2003. Ransum Ayam Kampung. Jakarta: Penebar      SwadayaNorth,

NRC. (ed.), 1994. Nutrient reguirements of poultry. 9th. National Acedemy of Science. Yogyakarta.

Nursiam, I., 2010. Laporan Pemeliharaan Ayam Broiler. http://intannursiam.wordpress.com/200/05/28/tinpus-dan-dapus-laporan-pemeliharaan-ayam-broiler/.

Rail, R., 2007. Tumbuh kembang bagian-bagian karkas ayam broiler pada jenis kelamin dan tingkat umur yang berbeda. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan, Universitas Haluoleo, Kendari. (Tidak dipublikasikan).

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rizal, Yose. 2006. Ilmu Nutrien Unggas. Andalas University Press. Padang.

Santoso, H. dan Sudaryani, T. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna, E. Umiyati, A. Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar   Swadaya.        Jakarta.

Rasyaf, M., 1998. Beternak ayam pedaging. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 2010. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Scott, M.L., MaIden C. Nesheim and Robert, J. Young. 1982. Nutrion of The        Chicken. M.L. Scott & Associates. Ithaca. New York.

Sudaro, Yani dan Anita Siriwa. 2007. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan IX. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudaryani, T dan Santoso, H., 2010. Pembesaran ayam pedaging di kandang panggung terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tillman, A. D. S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosekejo. 1991.   Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojodo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu makanan ternak. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrien Unggas. Cetakan III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyu. J. 1997. IImu Nutrisi Ternak Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Zhang. X, Roland, D. A. and S. K. Roat. 1999. Effect of naturphos phytase          supllementation to feed on performance and ileal digestibility of protein and  amino acid of broiler. Poultry Sci. 78;1567-1572.

Zuprizal. 2006. Nutrisi unggas. Diktat kuliah mahasiswa jurusan nutrisi dan makanan ternak. Fakultas peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

3 komentar:

jahtera awesome mengatakan...

trimakasih atas infonya salken
kunjungi juga blog seputas peternakan
https://jahtera-awesome.blogspot.com

Akhbar Sanusi mengatakan...

Ternak unggas apabila diberi beberapa pakan secara terpisah (cafeteria) maka ia akan memilih makanan sesuai dengan kebutuhannuya. Selain itu unggas lebih mengandalkan indra penglihatan untuk memilih pakan, berbeda dengan ruminansia yang mengandalkan penciuman dari pada penglihatannya. Ternak Modal 1 Juta . Ada beberapa bentuk pakan (ransum tunggal) yang diberikan pada ternak diantaranya pellet, mash (tepung), crumble (butiran), cube (kubus), cake (lempengan), chip (emping) atau hijauan

Akhbar Sanusi mengatakan...

Banyak jenis makanan kucing beredar di pasaran. Semua ada plus minusnya. Sebaik-baiknya makanan kucing sih daging alami ya, baik yang mentah atau yang direbus. Menurut saya sih. Karena kucing itu ka dilahirkan sebagai binatang karnivora. Makanan karnivora ya daging, ikan, unggas. Ingat kan pelajaran SD dulu. Kibbles alias biskuit kucing emang praktis. Dibuat dengan aneka jenis bahan. Karenanya kadang ada ga cocoknya juga. Jasa Penulis Artikel