Minggu, 17 November 2013

Cara kasi koneksi leptop dengan capat



Bagi temen-teman yang mengalami koneksi lambat, jangan kuatir kali ini saya akan beri tips gimana caranya kasi koneksi leptop anda dengan cepat weeeees
>>Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut (khusus windows XP):

1. Klik Start
2. Klik Run
3. Ketik gpedit.msc lalu OK
4. Selanjutnya klik Administrative Templates pada bagian computer configuration
5. Lalu klik Network
6. Langkah berikutnya klik QoS Packet scheduler
7. Klik Limit Reservable Bandwidth
8. Pada bagian setting pilih enable
9. Berikutnya ubah Bandwidth Limit (%) menjadi 0
10. Klik Apply dan Ok
11. Terakhir close dan restart komputer atau Laptop Anda.
Kalo udah tau caranya buruan dicobain,, alnya ane juga udah nyobain hasilnya luar biasa mantap


Jangan Lupa Komennya Ya..................................!!!!!

Kamis, 10 Oktober 2013

Pengembangan Ternak Kerbau Dan Problematikanya Di Sulawesi Tenggara

 I.                   PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan binatang memamak biak yang masih termasuk dalam subkeluarga bovinae. Kerbau merupakan modifikasi antara bentuk antelope dan sapi, yang ada di Indonesia termasuk di Sulawesi Tenggara .Kerbau umumnya dipelihara secara tradisional di tempat - tempat khusus: seperti sungai, semak-belukar, pinggir hutan atau rawa yang banjir dengan kedalaman air lebih dari 3,50 m. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat -bertahan hidup dengan kualitas pakan rendah, toleran terhadap parasit dan keberadaannya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani.
Secara umum usaha ternak kerbau telah lama dikembangkan oleh masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian dalam skala usaha yang masih relatif kecil. Usaha ternak kerbau ini dilakukan untuk tujuan produksi daging, kulit dan tenaga kerja. Meskipun di beberapa wilayah tertentu produk daging kerbau sangat diminati masyarakat, seperti di daerah Tana Toraja dan wilayah lain, namun pada segmen pasar tertentu permintaan produk daging kerbau masih relatif terbatas. Seperti diketahui bahwa produktivitas ternak kerbau di Indonesia masih relative rendah yaitu 5,1 gram per kapita per hari setara dengan konsumsi daging 7,7 kilogram, telur 4,7 kilogram dan susu 7,5 kilogram per kapita per tahun. karena secara teknis masih terdapat beberapa kendala yang memerlukan pemikiran untuk mengatasinya.
Masalah peternakan kerbau cukup bervariasi antara lain pola pemeliharaan tradisional, berkurangnya lahan penggembalaan, tingginya pemotongan pejantan yang berdampak pada kekurangan pejantan, pemotongan ternak betina produktif, kekurangan pakan dimusim tertentu, kematian pedet yang cukup tinggi (sekitar 10%), rendahnya produktivitas, pengembangan system pemeliharaan semi intensif yang masih terbatas, serta kesan negative terhadap kerbau. Namun demikian, usaha ternak kerbau memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan terutama di beberapa wilayah yang memiliki sumberdaya pakan melimpah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyelamatan populasi dan pengembangannya yang dapat dilakukan melalui berbagai macam usaha dari berbagai pihak antara lain pemberdayaan kelompok ternak dan penerapan teknologi tepat guna seperti Inseminasi Buatan (IB), Intesifikasi Kawin Alam (INKA) serta program pembibitan lainnya.
Pada tahun 2012 dialokasikan kegiatan pengembangan pembibitan ternak kerbau melalui dana Tugas Pembantuan Provinsi di beberapa Kabupaten/Kota dengan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk (1) meningkatkan populasi dan produktivitas kerbau, (2) menciptakan sentra/kawasan sumber bibit kerbau, (3) membentuk kelompok pembibit kerbau yang berdaya saing, mandiri dan berkelanjutan, (4) pelestarian plasma nutfah kerbau lokal.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah pengembangan kerbau di Sulawesi Tenggara?

II.                PEMBAHASAN


2.1. Peternakan Kerbau di Sulawesi Tenggara

Di Indonesia kerbau telah berkembang sejak dahulu. Dimana telah tersebar di seluruh Indonesia termasuk Sulawesi Tenggara. Kerbau yang berasal di Sulawesi Tenggara kususnya Tana Toraja sebagai daerah tujuan wisata mempunyai daya tarik tersendiri bagi turis mancanegara maupun domestik, di antaranya adalah (1) Karena panoramanya yang indah, (2) Sumber plasma nutfah kerbau Belang. (3) Budaya yang unik dengan ritual upacara adat (4) Adanya pasar hewan (kerbau) yang selalu ramai setiap pekan dan merupakan pasar hewan (kerbau) terbesar di Indonesia, serta (5) Masayarakatnya menjadikan beban sebagai komoditas penting dalam hidup berbudaya.
Berdasarkan penelitian Mason, 1969, kerbau di bagi menjadi 4 golongan , yakni ;
1.      Anoa (buballus depresicronis), khususnya terdapat disulawesi
2.      Borneo Buffalo (Buballus arneehosei), khususnya kerbau lumpur yang terdapat di Kalimantan.
3.      Kerbau – banteng Delhi, merupakan kerbau yang terdapat di Sumatra dan dikenal sebagai kerbau sungai.
4.      Bos Arni, adalah kerbau yang terdapat di asia tenggara dan hampir identik dengan kerbau lumpur dan merupakan keturunannya
Pada umumnya kerbau di Indonesia tidak menunjukan jenis tersendiri, melainkan bervariasi , baik dalam ukuran , konformasi tubuh, cirri-ciri tanduk, warna kulit dan bulu. Dengan demikian kerbau di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni ; kerbau liar dan kerbau jinak. Berdasarkan karakteristiknya kerbau jinak dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       Kerbau Sungai (River Buffalo)
Secara umum kerbau jenis ini memiliki ciri sebagi berikut ; (1) memiki kulit hitam pekat; (2) tubuh padat dan pendek, leher dan kepala relative kecil; (3) punggungnya lebar:serta (4) tanduk melingkar rapat seperti spiral.
b.      Kerbau Lumpur (swamp buffalo) Kerbau ini memiliki ciri sebagai berikut:
1) Warna kulit coklat kehitam-hitaman
2) Tubuhnya relatif pendek dan
3) Kaki pendek serta tanduknya agak melenkung
Bagi masyarakat Toraja komoditas kerbau mempunyai peran yang sangat urgen dalam kaitan dengan ritual upacara pemakaman yang ditandai dengan pemotongan kerbau berbagai tipe (Belang, Pudu, Todi, Sambao, Balian) mulai 1-2 ekor sampai 10 ekor bahkan lebih dari 100 ekor setiap kegiatan upacara adat (Kedukaan), selain sebagai sumber protein oleh karena itu pemotongan kerbau di Kabupaten Tana Toraja mencapai angka ± 8.500 ekor setiap tahun.
Kondisi ini menyebabkan tren perkembangan populasi sejak tahun 2000 mengalami penurunan karena kelahiran belum dapat mengimbangi permintaan pasar yang cenderung meningkat. Sekitar 70% kebutuhan sudah dipasok dari luar kabupaten, seperti dari NTT, NTB, Kalimantan, Ambon, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sehingga diperlukan kegiatan pengembangan kerbau di Tana Toraja.
Sejalan dengan arah kebijakan pemerintah dengan dicanangkannya Revitalisasi Pertanian oleh presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 dengan menetapkan pembangunan aspek pembibitan sebagai salah satu kegiatan yang mendapat prioritas. Sebelumnya di Tana Toraja sudah dirintis pengembangan kerbau pola kawin alam sebagai cikal bakal perbibitan pada dua kelompok tani ternak dengan hasil yang menggembirakan.

2.2. Potensi Kerbau di Sulawesi Tenggara

Produksi 2010 (Ekor)
5.294
Produksi 2009 (Ekor)
7.031
Produksi 2008 (Ekor)
7.078
Produksi 2007 (Ekor)
6.951
Produksi 2006 (Ekor)
7.614

Sumber Data:  Statistik Peternakan Tahun 2006 – 2010 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Dinas Pertanian [http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ia=74&ic=70]

Kerbau memiliki beberapa peranan utama secara nasional yaitu sebagai penghasil daging yang mendukung program pemerintah dalam hal swasembada daging selain daging sapi. Secara khusus kerbau dijadikan sebagai tenaga kerja bagi masyarakat bagi para petani dan tabungan masyarakat yang sewaktu-waktu dijual apabila diperlukan, selain itu kerbau dijadikan sebagai ternak yang digunakan dalam beberapa kegiatan upacara adat dan keagamaan bagi masyarakat tertentu.  Peran ini ikut menentukan perkembangan populasi kerbau di Sulawesi Tenggara. Produktifitas dari ternak kerbau dapat ditingkatkan dengan manajamen pemeliharaan yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya jual dari ternak tersebut untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan.
Demikian pula jika kebutuhan berlaku secara efektif sesuai yang dibutuhkan peternak maka tentu existensi kerbau akan terus dipertahankan. Tetapi jika sebaliknya yang terjadi maka tentulah populasi kerbau akan menurun, karena kebutuhan tentu driveb by market and farmers need. Populasi kerbau tidak akan menurun jika ada nilai tambah yang dilakukan dan berdampak nyata secara ekonomi bagi perbaikan penghasilan para peternak (Rusastra, 2011).
Meskipun diketahui  hanya terdapat satu bangsa kerbau lumpur atau rawa, namun terdapat subgroup tertentu dari kerbau rawa yang tampaknya mempunyai ciri khas tertentu. Sebagai contoh kerbau Thailand yang mempunyai berat dewasa sekitar 450-550kg yang tergolong sebagai kerbau rawa berukuran besar. Sementara itu kerbau rawa  dari daratan Cina  memiliki berat badan 250 kg, Burma 300 kg, dan di Laos 550-600 kg. Besar kecilnya berat badan kerbau rawa tersebut akan mempengaruhi  nilai produktivitasnya sebagai ternak kerja di sawa. Kerbau di duga mempunyai kemampuan usaha  tarik beban sebesar 10% dari berat badanya. Besar kecilnya kemampuan usaha tarik  ini erat kaitannya dengan jenis tanah yang  dapat diolahnya, kedalaman tanah bajakannya, lebar sempitnya mata sisir guru tanah (Murti, 2002).

2.3. Masalah Pengembangan dan Kendala Kerbau di Sulawesi Tenggara
Faktor penyebab menurunnya populasi kerbau di Sulawesi yaitu dalam Prosiding Seminar Lokakarya Nasional Kerbau (2009), bahwa perkembangan populasi kerbau selama 10 tahun terakhir kurang mengembirakan, bahwa terjadi penurunan populasi dari tahun ke tahun. Populasi kerbau terbesar di beberapa wilayah di Indonesia terutama di Sulawesi Tenggara, data statistik pada tahun 2008 menujukkan bahwa sekitar 23,6 % dari populasi kerbau. Secara umum kerbau di pelihara oleh peternak diperdesaan dengan rata-rata kepemilikan 1-2 ekor/petani. Salah satu yang menyebabkan rendahnya populasi kerbau di sebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, mutu pakan rendah, perkawinan silang dalam kekurangan pengetahuan peternak dalam menangani produk dan reproduksi ternak tersebut.
Kerbau relah lama berkembang dan dipelihara pada suatu agroekisistem yang spesifik terseleksi secara alamiah dan menghasilkan tipe kerbau yang berkarakter spesifik. Kelemahan ternak kerbau yakni mempunyai kemampuan terbatas untuk merubah kelebihan tenaga/energi menjadi jaringan lemak dibanding dengan ternak sapi (MORAN, 1975). Hal initersebut merupakan penyebab rendahnya pertambahan bobot badan kerbau walaupun diberi makanan yang berkualitas bagus.
Salah satu kelebihan kerbau yang selama ini dipercayai ialah kemampuannya untuk mencernapakan yang mengandung serat kasar tinggi, kerbau mampu mencerna jerami padi yang tersedia melimpah saat musim panen. Jerami tersebut dapat diimpan sebagai cadangan pakan dimusim kemarau.
Beberapa kendala yang dihadapi yang mengakibatkan perkembangan produksi kerbau agak lambat antara lain; tingkat repoduksi rendah, kesulitan mendeteksi uterus, masa kebuntingn lebih lama dibandingkan dengan sapi, dan interval kelahiran lebih panjang. Namun demikian kerbau mampu survive dengan pakan yang berkualitas rendah dibandingkan sapi. Selain itu, kemempuan dan kemauan petani/ peternak kerbau tidak di dukung tidak tersedianya pejantan sehinnga alternative lain untuk mengatasinya adlah dengan cara perkawinan dengan inseminasi buatan (IB). Kendala ini adalah adanya lecendrungan performan produksi menurun dan ternak kerbau yang semakin mengecil bobot badannya, hal ini di duga akibat proses perkawinan yang tidak terencana, sehinngga peluang munculnya efek negativ perkawinan inbreeding (sedarah) semakin meluas

2.4. Usaha-Usaha Mempercepat Peningkatan Populasi Dan Kualitas Kerbau Melalui Efisiensi Reproduksi
Banyak faktor yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan populasi dan kualitas kerbau diantaranya adalah:
1.      Mengupayakan terbentuknya village breeding system (VBC) yang secara khusus mengupayakan pengembangan kerbau.
2.      Mengadakan upaya recording serta seleksi kerbau berdasarkan performa dan asal usul ternak dengan cara penjaringan ternak yang baik berdasarkan standarisasi.
3.      Penerapan teknologi, khusunya untuk mengolah limbah pertanian (jerami padi, pucuk tebbu, jerami jagung, jerami kedelai).
4.      Komitmen yang berkelanjutan. Penurunan populasi kerbau di daerah-daerah tertentu sudah lama terjadi, namun sampai sejauh ini dorongan pemerintah, terutama pemerintah  daerah belum nyata mendorong perkembangan populasi di daerahnya masing-masing. Tidak sedikit peternak kerbau berlokasi jauh dari pusat pemerintah sehingga banyak yang tidak tersentuh oleh laju pembangunan. Fasilitas untuk peningkatan populasi baik software maupun hardware belum sampai ketangan peternak kerbau. Peternak kerbau seolah berjalan sendiri tanpa tahu kemana tujuanya.
5.      Pembentukan kelompok ternak. Memungkinkan dapat mendorong peningkatan populasi. Dalam kelompok para peternak bisa merencanakan usaha yang akan dilakukan sehubungan dengan peningkatan populasi, termaksud terbentuknya kandang kelompok. Kandang kelompok bila dikelola dengan baik dengan kesadaran yang tinggi dapat memecahkan masalah ketiadaan jantan dan keterlambatan perkawinan.
6.      Melakukan seleksi, baik pada kerbau betina maupaun pada kerbau jantan, terutama pada kerbau jantan. Mengingat satu ekor jantan dalam 1 tahun mampu mengawini 50 ekor betina dan bila semua berhasil bunting maka akan lahir anak kerbau yang genetikanya baik. Pada saat ini justru kerbau betina atau jantan yang tampilanya lebih besar adalah yang paling cepat masuk rumah potong. Peran pemerintah disini melakukan penjaringan agar fenomena yang sudah lama terjadi ini akan dihentikan minimal dikurangi.
7.      Peternak yang memiliki kerbau yang baik dan memenuhi standar bibit perlu mendapat penghargaan dengan memberikan sertifikat. Hal ini bisa merangsang prestasi selanjutnya dan akan berpengaruh positif terhadap lingkungan.
8.      Mengembangkan program inseminasi buatan pada daerah-daerah yang padat populasi kerbaunya. Penerapan inseminasi buatan (IB) pada kerbau adalah salah satu cara untuk mengatasi terbatasnya pejantan unggul sepanjang secara sosial ekonomi dapat dipertanggungjawabkan (SUBIYANTO, 2010) peran pemerintah harus mengangtifkan kembali produksi mani beku kerbau di balai-balai inseminasi buatan. Dengan inseminasi buatan juga dapat mencegah terjadinya kawin silang dalam.
9.      Peningkatan pendidikan inseminator. Inseminator buatan pada ternak bukan pekerjaan mudah untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan, lebih-lebih pada kerbau yang saat berahinya sulit diamati. Meskipun demikian kita bila kita mau kita bisa. Pengalaman telah menunjukkan bahwa beberapa tahun yang lalu pada sapi potong, yang pada saat itu sulit melakukan inseminasi buatan pada sapi potong karena sapi potong  terutama sapi lokal juga memperlihatkan berahi tenang. Pada saat ini meningkatnya pengetahuan dan keterampilan para inseminator inseminasi buatan pada sapi potong sudah bisa dilakukan dengan prestasi yang baik.
10.  Lokasi peternak kerbau yang umumnya masih berjauhan, akan menyulitkan pelaksanaan inseminasi buatan. Seorang inseminator mungkin saja melayani peternak yang jaraknya dari pos bisa belasan kilometer. Dalam rangka mempercepat peningkatan populasi maka program sinkronisasi birahi waktu pelaksanaan dan jumlah yang akan diinseminasi bisa diatur dan fasilitas inseminasi bisa lebih efisien. Penggunaan teknik sinkronisasi birahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, disamping juga mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi butan dan meningkatkan fertilitas
11.  Untuk meningkatkan mutu genetic kerbau di suatu wilayah, bisa dilakukan dengan membeli pejantan unggul hasil seleksi dari wilayah lain atau menggunakan pejantan IB persilang dengan tipe perah juga bisa dilakukan dengan harapan keturunanya bisa menghasilkan susu yang lebih banyak, minimal bisa memberi susu keturunanya dalam jumlah yang mencukupi.

III        PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Masalah pengembangan peningkatan populasi kerbau di Sulawesi Tenggara yaitu di sebabkan oleh beberapa factor antara lain factor internal yang merupakan factor dari ternak itu sendiri yang meliputi Masak lambat, Lama bunting, Berahi tenang, Waktu berahi, Jarak beranak yang panjang, Beranak pertama, dan faktur eksternal yang meliputi pakan, manajemen pemelihararaan, sosial budaya.
2.      Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi kerbau di Indonesia yaitu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membentuk village breeding system, Komitmen yang berkelanjutan, Pembentukan upaya recording ternak, penerapan teknologi khusunya , kelompok ternak, Melakukan seleksi, Peternak yang memiliki kerbau yang baik dan memenuhi standar bibit perlu mendapat penghargaan, Mengembangkan program inseminasi buatan pada daerah-daerah yang padat populasi kerbaunya, Peningkatan pendidikan inseminator, Penggunaan teknik sinkronisasi birahi,dan persilangan.

DAFTAR PUSTAKA


Gunawan, dkk. 2010. Kebijakan Pengembangan Pembibitan Kerbau Mendukung swasembada Daging Sapi/Kerbau. Seminar Lokakarya  Nasional Kerbau 2010. Pustlitbang Peternakan, Bogor.

Keman, S. 2006. Reproduksi ternak kerbau.  Menyongsong rencana kecukupan daging tahun 2010. Pros. Orasi dan sSeminar Pelepasan dosen purna tugas 2006. Fakultas peterenakan. UGM. Yogyakarta.

Toilehere, MR. 2001./ Potensi dan pengembangan kerbau di Indonesia. Suatu tinjauan reproduksi. Workshop kebijakan ketahanan pangan kerbau sebagai sumber keanekaragaman protein hewani. Kerjasama pustlitbang peternakan dan dinas pertanian peternakan provinsi Bnnaten, Cilegon.

Tillman, dkk. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadja Mada University oress, Fakultas Peternakan,. UGM. Jogjakarta

Zulkarnaen A. , dkk, 2010, Ciri Dan Karakteristik Kerbau ,             http://bereati.blogspot.com/