Kebutuhan Nutrisi Pada Ayam Broiler
A. Latar
Belakang
Pada
umumnya ternak unggas membutuhkan asupan gizi yang baik bagi pertumbuhannya.
Zat gizi atau nutrien tersebut bisa berupa sumber protein, karbohidrat,
lemak, vitamin dan mineral dalam pakan yang dikonsumsinya atau yang dapat
disintesis dalam tubuhnya sendiri. Pakan merupakan semua bahan yang dapat
dimakan ternak, dicerna, diserap, dan dapat dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Ternak
unggas apabila diberi beberapa pakan secara terpisah (cafeteria) maka
ia akan memilih makanan sesuai dengan kebutuhannuya. Selain itu unggas lebih
mengandalkan indra penglihatan untuk memilih pakan, berbeda dengan ruminansia
yang mengandalkan penciuman dari pada penglihatannya. Ada beberapa bentuk
pakan (ransum tunggal) yang diberikan pada ternak diantaranya pellet,
mash (tepung), crumble (butiran), cube (kubus), cake
(lempengan), chip (emping) atau hijauan.
Daging ayam broiler merupakan salah satu
produk bahan makanan hewani yang memiliki permintaan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena ayam broiler
mempunyai beberapa keunggulan seperti dagingnya lunak, ukuran badan besar,
pertumbuhan sangat cepat, daging bersisi dan padat serta nilai gizi yang baik
bagi asupan nutrisi tubuh manusia (Hartono, 1995). Ayam broiler biasanya dipotong dalam umur
yang relatif singkat yakni 28-40 hari, sehingga untuk memproduksi ayam broiler
dengan karkas yang berkualitas dan dalam jangka waktu yang singkat peternak
biasanya berupaya agar hewan ternaknya dapat tumbuh dengan baik, cepat dan
tahan terhadap serangan penyakit.
Kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi protein
hewani semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi yang baik. Salah satu sumber protein
yang cukup diminati masyarakat adalah ayam broiler. Usaha Peternakan unggas
khususnya ayam broiler hingga saat ini masih merupakan sektor kegiatan yang
paling cepat menghasilkan bahan pangan berprotein hewani untuk memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat. Menurut BPS (2011), komoditi peternakan unggulan khususnya
ayam broiler pada tahun 2007 mencapai 416.575 ekor, sedangkan tahun 2008
meningkat sebanyak 447.313 ekor dan diikuti tahun berikutnya 2009 dan 2010
sebanyak 458.003 dan 433.111 ekor di kota kendari.
Dalam pemberian ransum ayam broiler beberapa hal harus diperhatikan antara
lain : system pemeliharaan, kualitas bahan pakan atau ransum yang diberikan,
harga pakan, serta umur ternak . Pada sistem pemeliharaan tradisional maupun
semi intensif, ayam broiler memperoleh sebagian zat gizi dari lingkungannya
sehingga sulit untuk menyusun ransum sesuai dengan kebutuhan zat gizi secara
tepat karena jumlah zat gizi yang didapat clan jenis sumber pakan yang tersedia
pada suatu lingkungan dengan lingkungan lainnya sangat bervariasi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang
di atas, maka secara spesifik permasalahan yang ingin dikaji dalam makalah ini
adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada ayam broiler.
C. Tujuan
dan Manfaat
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan
nutrisi pada ayam broiler. Dan
manfaat dari makalah ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui kebutuhan nutrisi pada ayam broiler dan sebagai
bahan bacaan.
I.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan
Teori
1.
Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan jenis ras
unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam tersebut dihasilkan melalui perkawinan
silang, seleksi dan rekayasa genetika yang dilakukan oleh pembibitnya.
(Sudaryani dan Santoso, 2010).
Ayam broiler memiliki banyak strain.
Strain merupakan istilah untuk jenis ayam yang telah mengalami pernyilangan
dari bermacam-macam bangsa sehingga tercipta jenis ayam baru dengan nilai
ekonomi produksi tinggi dan bersifat turun-temurun. Pemberian nama strain biasanya dilakukan oleh
pembibit penciptanya (breeding farm). Jenis ayam broiler yang saat ini popular di
Indonesia yaitu Cobb, Ross, Lohman Meat, Hubbard dan Hybro (Sudaryani dan
Santoso, 2010).
2.
Konsumsi ransum
Menurut Rasyaf
(2010), konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang
ada dalam ransum ke saluran pencernaan yang tersusun dari berbagai bahan
makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler.
Menurut Rasyaf
(2010), pertumbuhan yang cepat didukung dengan konsumsi ransum yang banyak.
Bila ransum diberikan ad libitum,
ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang. Setiap bibit ayam sudah ditentukan
konsumsi ransumnya sehingga kemampuan ayam akan muncul. Komsumsi itulah yang
disebut konsumsi standar atau baku, sesuai arah pembuatan bibit.
3.
Pertumbuhan Ayam Broiler
Pertumbuhan secara umum
didefinisikan sebagai hasil sintesa biologis yang menghasilkan beberapa unit
biokimia baru (Suryana, 1992; Rail, 2007).
Pertumbuhan murni mencakup pertambahan
dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang,
jantung, otak dan jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat
tubuh (Anggorodi, 1994).
Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang paling berperan adalah
faktor pakan yang diberikan, baik itu kualitas maupun kuantitasnya, kondisi
pemeliharaan, kesehatan serta manajemen pemeliharaan (Suryana, 2001; Rail,
2007).
Pakan merupakan
salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan unggas
karena dari segi ekonomi, biaya pakan merupakan biaya yang cukup besar (65-70%)
dari total biaya produksi (Zuprizal, 2006).
Pakan yang baik adalah pakan yang dapat mensuplai secara seimbang semua
nutrient yang dibutuhkan ternak seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral (Tillman, 1989).
Kebutuhan
protein dan energi metabolisme ayam broiler pada berbagai periode pertumbuhan
(Tabel 2).
Tabel 1
Jenis-jenis Pakan Berdasarkan Kandungan Nutrisi
Jenis pakan
|
Lama pemberian
|
Protein (%)
|
Energi metabolisme
(kkal/kg pakan)
|
Prastarter
|
1-7 hari
|
23-24
|
3.050
|
Starter
|
8-28 hari
|
21-22
|
3.100
|
Finisher
|
29- panen
|
18-20
|
3.200-3300
|
Sumber :
Santoso dan Sudariani (2002)
Ayam broiler umumnya
dipelihara dalam 5-6 minggu dengan bobot tubuh 1,4-1,6 kg/ekor. Akan tetapi, ayam broiler dengan bobot badan
lebih dari itu juga diterima konsumen, misalnya bobot tubuh antara 1,8-2,0 kg/ekor.
Ayam dengan bobot badan seperti ini
memerlukan masa pemeliharaan 6-7 minggu.
Waktu pemeliharaan yang singkat menyebabkan banyak pihak ingin ikut
serta dalam bisnis ayam broiler (Rasyaf, 1998).
II. PEMBAHASAN
A. Konsumsi
ransum
Ransum
adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai
jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan
kebutuhan industri dan energi yang diperlukan. Berdasarkan bentuknya ransum
dapat dibagi menjadi 3 jenis : yaitu mash, pellet,dan crumble. Hijauan dapat
diberikan pada ternak sebagai pakan tambahan. Pada umumnya ternak unggas
membutuhkan zat gizi berupa protein sebagai zat pembangun tubuh, kabohidrat dan
lemak sebagai sumber energi serta vitamin dan mineral yang juga penting bagi
perkembangan tubuhnya (Nawawi dan Nurrohmah 2003).
Tujuan
utama pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum, pemberian ransum
dalam jumlah yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas perlu dilakukan. Ransum
broiler harus seimbang antara kandungan protein dan energi dalam ransum. Di
samping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan
(Kartadisastra, 1994).
Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak. Zat
makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok
dan untuk produksi hewan tersebut (Tilman et al., 1998). Parakkasi (1999), menyatakan konsumsi ransum
merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan unggas bila makanan
tersebut diberikan secara ad-libitum dalam jangka waktu tertentu dan tingkat
konsumsi ini menggambarkan palatabilitas.
Terdapat perbedaan bobot badan antara ternak yang diberikan ransum secara ad-libitum
dan ternak yang ransumnya dibatasi serta perbedaan antara ternak yang mendapat
rasio ransum yang optimal dan ternak yang mendapat ransum tidak optimal (Gordon
dan Charles, 2002).
Menurut NRC (1994), faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum ialah bobot
badan ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas
ransum. Menurut North dan Bell (1990),
konsumsi ransum tiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot
badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, kandungan
energi dalam ransum dan suhu lingkungan.
Tabel
2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Umur 0 – 6 Minggu
Zat Nutrisi
|
Starter
|
Finisher
|
Protein Kasar (%)
|
23
|
20
|
Lemak Kasar (%)
|
4
|
3-4
|
Serat Kasar (%)
|
3-5
|
3-6
|
Calsium (%)
|
1
|
0,9
|
Phospor (%)
|
0,45
|
0,4
|
Energi Metabolis (kkal/kg)
|
3200,0
|
3200,0
|
B. Pertumbuhan
Ayam Broiler
Pertumbuhan merupakan suatu proses peningkatan pada ukuran tulang, otot,
organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan setelah
lahir sampai mencapai dewasa. Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan sel
yang mengalami pertumbuhan jumlah (hyperlasia) dan pembesaran (hypertropi) dari
ukuran sel itu sendiri. Dijelaskan pula
bahwa pertumbuhan ayam paling cepat terjadi sejak menetas hingga 4-6 minggu,
kemudian mengalami penurunan (Ensminger, 1992). Ayam broiler dalam pembentukan jaringan tubuh
membutuhkan nutrisi dan zat makanan untuk dapat tumbuh dengan baik. Zhang
(1999) menyatakan bahwa ayam broiler akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik
dengan ransum yang memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi.
Tabel
3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1
sampai 6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu)
|
Jenis Kelamin
|
|
Jantan (g)
|
Betina (g)
|
|
1
|
152
|
144
|
2
|
376
|
344
|
3
|
686
|
617
|
4
|
1085
|
965
|
5
|
1576
|
1344
|
6
|
2088
|
1741
|
Anggorodi
(1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan berlangsung mulai perlahan-lahan kemudian
cepat dan pada tahap terakhir perlahan-lahan kembali yang kemudian berhenti
sama sekali. Dijelaskan lebih lanjut mengenai Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ayam broiler antara lain Faktor nutrisional yang meliputi energi,
protein, vitamin, mineral dan kalsium. Faktor manajerial meliputi genetik,
jenis kelamin, umur, penyakit, manajemen pemeliharaan (Wahju 1997). Pertumbuhan
ayam broiler dipengaruhi oleh faktor genetik, dimana masing-masing ternak
mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda (Suprijatna et al. 2005).
Menurut Tillman et al. (1991) Pertumbuhan dapat dilihat pada kenaikan
bobot badan yang diperoleh dengan cara menimbang ayam broiler secara harian,
mingguan ataupun menurut periode waktu tertentu. Menurut Scott et al.
(1982) ayam broiler tumbuh relatif cepat pada hari pertama sampai 6 minggu.
Pola pertumbuhan unggas dimulai secara perlahan lalu berlangsung lebih cepat
dan akhirnya menurun kecepatannya atau berhenti sama sekali.
C. Kebutuhan
Nutrien Ayam Broiler
Kandungan
nutrien pada masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga
tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode
pemeliharaan dapat tercapai (Wahju,1992). Penyusunan ransum ayam broiler
memerlukan informasi mengenai kandungan nutrien dari bahan-bahan penyusun
sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrien dalam jumlah dan persentase yang
diinginkan (Amrullah, 2004). Nutrien tersebut adalah energi, protein, serat
kasar, kalsium (Ca) dan fosfor (P). Sumber energi utama yang terdapat ransum
ayam broiler adalah karbohidrat dan lemak.
Rekomendasi
kebutuhan nutrisi pakan ayam broiler menurut NRC (1994) dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel
4. Kebutuhan nutrien pakan ayam broiler
Umur (Minggu)
|
Protein
(%)
|
ME (Kkal/kg)
|
Ca
(%)
|
Pospor
(%)
|
0-3
|
23
|
3200
|
1,00
|
0,45
|
3-6
|
20
|
3200
|
0,90
|
0,35
|
6-8
|
18
|
3200
|
0,80
|
0,30
|
Sumber : NRC (1994)
Energi
metabolisme yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda , sesuai tingkat umurnya,
jenis kelamin dan cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan energi metabolisme lebih
tinggi (Fadilah, 2004). Menurut Wahju (1992), energy yang dikonsumsi oleh ayam broier
umumnya digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi, menyelenggarakan
aktivitas fisik dan mempertahankan temperature tubuh yang normal. Fadilah
(2004) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode starter
3080 kkal/kg ransum pada tingkat protein 24%, sedangkan periode finisher 3190
kkal/kg ransum pada tingkat protein 21%.
Angka
kebutuhan energi yang absolut tidak ada, karena ayam broiler dapat menyesuaikan
jumlah rasnsum yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi bagi tubuhnya (Rizal,
2006). Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam
broiler umur 1-14 hari adalah 24% dan untuk umur 14-39 hari adalah 21%.
Kebutuhan protein untuk ayam broiler yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi
karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan jaringan,
hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju, 1992). Rasyaf (1992) menyatakan bahwa
kebutuhan energi metabolis berhubungan erat dengan kebutuhan protein yang
mempunyai peranan penting pada pertumbuhan ayam broiler selama masa
pertumbuhan. Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan bahwa penggunaan serat kasar
dalam ransum ayam broiler adalah sebesar 5%.
Menurut
Wahju (1992), persentase serat kasar yang dapat dicerna oleh ternak ayam broiler
sangat bervariasi. Efeknya terhadap penggunaan energi sangat kompleks. Serat
kasar yang tidak tercerna dapat membawa nutrien lain yang keluar bersama feses.
Anggorodi (1994) menambahkan bahwa kesanggupan ternak dalam mencerna serat
kasar tergantung dari jenis alat pencernaan yang dimiliki oleh ternak tersebut
dan tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat dalam alat pencernaan.
Ayam broiler tidak dapat memanfaatkan serat kasar sebagai sumber energi. Serat
kasar ini masih dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh unggas yang berperan sebagi bulky,
yaitu untuk memperlancar pengeluaran feses (Rizal, 2006). Siregar dan Sabrani
(1970) menambahkan, serat kasar yang berlebihan akan mengurangi efisiensi
penggunaan nutrien-nutrien lainnya, sebaliknya apabila serat kasar yang
terkandung dalam ransum terlalu rendah, maka hal ini juga membuat ransum tidak
dapat dicernadengan baik.
Kebutuhan
anak ayam (starter) akan kalsium (Ca) adalah 1% dan ayam sedang tumbuh adalah
0,6%, sedangkan kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45% dalam
ransum (Rizal, 2006). Murtidjo (1987) menambahkan bahwa ransum ternak unggas
perlu mengandung mineral Ca dan P dalam jumlah yang cukup. Peranan Ca dalam
tubuh ternak unggas tercermin jelas bahwa 70-80% tulang ternak terdiri atas Ca
dan P. Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan bahwa Ca dan P adalah mineral
esensial, dan keduanya saling berhubungan erat dalam proses biologis ternak
ayam broiler. Rasyaf (1994) menambahkan bahwa nisbah Ca dan P antara 1:1 – 2:1.
Apabila nisbahnya tidak tepat selanjutnya dapat mempengaruhi penyerapannya.
D. Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Nutrien
Program pemberian ransum sangat tergantung
terhadap rencana ayam untuk dipanen, jika ayam broiler yang akan dipanen
berukuran kecil sampai sedang, pemberian ransum menggunakan program dua jenis
ransum. Tepung (mash) biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam
berumur 2 minggu. Butiran atau remah (crumble) merupakan jenis ransum
yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler (Fadilah, 2004),
Menurut Amrullah (2004), semakin mendekati
waktu panen, konsumsi energi tersedia dilebihkan sehingga ayam dapat menyimpan
padatan lemah bawah kulit dan rongga perutnya. Murtidjo (1987) menambahkan,
tinggi atau rendahnya kadar energi metabolis dalam ransum ayam broiler, akan
memmpengaruhi banyak sedikitnya ayam broiler mengkonsumsi ransum.
Rasio energi-protein ayam broiler akan
bertambah sejalan dengan bertambahnya umur ayam. Keadaan ini disebabkan karena
semakin tua umur ayam broiler, maka kebutuhan energinya akan lebih banyak,
sedangkan kebutuhan proteinnya lebih sedikit. Kebutuhan protein berdasarkan
berat badan ayam akan berkurang sejalan dengan bertambahnya umur ayam (Fadilah,
2004).
Amrullah (2004) menyatakan bahwa tingkat
rasio energi-protein yang lebih tinggi dari kebutuhan dapat membentuk lemak
selama akhir pemeliharaan. Frekuensi atau waktu pemberian ransum pada anak ayam
biasanya lebih sering, sampai 5 kali sehari dan semakin tua ayam frekuensi
pemberian ransum semakin berkurang sampai dua atau tiga kali sehari. Namun,
yang perlu mendapat perhatian dari segi waktu ini adalah ketepatan waktu
pemberian ransum setiap harinya perlu dipertahankan karena pemberian ransum
pada waktu yang tidaktepat setiap hari dapat menurunkan produksi (Rizal, 2006).
Ransum juga dapat diberikan dengan cara terbatas pada waktu-waktu tertentu dan
disesuaikan dengan kebutuhan ayam, misalnya pagi dan sore. Saat diberikan
biasanya ayam dalam keadaan lapar sehingga ransum tidak banyak terbuang (Sudaro
dan Siriwa, 2007).
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pada pembahasan di atas, maka secara spesifik kesimpulan yang ingin
dikaji dalam makalah ini yaitu:
1.
Ransum
adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai
jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan
kebutuhan industri dan energi yang diperlukan.
2.
Pertumbuhan
merupakan suatu proses peningkatan pada ukuran tulang, otot, organ dalam dan
bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan setelah lahir sampai
mencapai dewasa.
3.
Kandungan
nutrien pada masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga
tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pada pemeliharaan
ayam broiler dapat tercapai dengan baik
4.
Program pemberian
ransum sangat tergantung terhadap rencana ayam untuk dipanen, jika ayam broiler
yang akan dipanen berukuran kecil sampai sedang, pemberian ransum menggunakan
program dua jenis ransum.
a)
Tepung (mash)
biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu.
b) Butiran
atau remah (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh
peternak untuk ayam broiler
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak
Unggas. PT. Gramedia. Jakarta.
BPS
Kota Kendari. 2011.
Ensminger. 1980. Feed Nutrition
Complete. The Ensminger Publishing Company, Clovis, California.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield and W.W. Heineman, 1992. Feeds and nutrition. 2nd Edition. Ensminger Publishing Company. California.
USA.
Fadilah, R. 2004. Ayam Broiler
Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fender. 2012. Pengantar Ilmu
Nutrisi Cafetaria Feeding Pada Ayam Broiler.
http://fenderproject.wordpress.com/2012/09/02/laporan-pengantar-ilmu-nutrisi-cafetaria- feeding-pada-ayam-broiler/
Gordon, S.H. and D.R. Charles,
2002. Niche and organik chicken products: Their technology and scientific principles. Nottingham
University Press. Definition: III-X, UK.
Hartono, 1995. Beternak ayam pedaging super.
CV. Gunung Mas. Pekalongan.
Kartadisastra, H.R.
1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kiat Meningkatkan Keuntungan Dalam Agribisnis Unggas
Murtidjo, B. A. 1987.
Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
M.O. and D.D. Bell, 1990. Commercial chicken production manual. 4th
Edition. Van Nostrand.
Reinhold, New York.
Nawawi M. Thamrin, S. Nurrohmah. 2003. Ransum Ayam
Kampung. Jakarta: Penebar SwadayaNorth,
NRC. (ed.), 1994. Nutrient reguirements
of poultry. 9th. National Acedemy of Science. Yogyakarta.
Nursiam, I., 2010. Laporan Pemeliharaan Ayam Broiler. http://intannursiam.wordpress.com/200/05/28/tinpus-dan-dapus-laporan-pemeliharaan-ayam-broiler/.
Rail, R., 2007. Tumbuh kembang
bagian-bagian karkas ayam broiler pada jenis kelamin dan tingkat umur yang
berbeda. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan, Universitas Haluoleo, Kendari.
(Tidak dipublikasikan).
Rasyaf, M.
1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rizal, Yose.
2006. Ilmu Nutrien Unggas. Andalas University Press. Padang.
Santoso, H. dan Sudaryani, T. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suprijatna, E. Umiyati, A.
Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1998. Beternak ayam
pedaging. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2010. Panduan
Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Scott, M.L., MaIden C. Nesheim
and Robert, J. Young. 1982. Nutrion of
The Chicken. M.L. Scott &
Associates. Ithaca. New York.
Sudaro, Yani dan Anita Siriwa.
2007. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan IX. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani,
T dan Santoso, H., 2010. Pembesaran ayam pedaging di kandang panggung terbuka.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, A. D.
S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosekejo. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprojodo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu makanan ternak.
Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyu.
J. 1997. IImu Nutrisi Ternak Unggas. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta
Zhang.
X, Roland, D. A. and S. K. Roat. 1999. Effect of naturphos
phytase supllementation
to feed on performance and ileal digestibility of protein and amino
acid of broiler. Poultry Sci. 78;1567-1572.
Zuprizal. 2006. Nutrisi unggas. Diktat kuliah mahasiswa jurusan
nutrisi dan makanan ternak. Fakultas peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
3 komentar:
trimakasih atas infonya salken
kunjungi juga blog seputas peternakan
https://jahtera-awesome.blogspot.com
Ternak unggas apabila diberi beberapa pakan secara terpisah (cafeteria) maka ia akan memilih makanan sesuai dengan kebutuhannuya. Selain itu unggas lebih mengandalkan indra penglihatan untuk memilih pakan, berbeda dengan ruminansia yang mengandalkan penciuman dari pada penglihatannya. Ternak Modal 1 Juta . Ada beberapa bentuk pakan (ransum tunggal) yang diberikan pada ternak diantaranya pellet, mash (tepung), crumble (butiran), cube (kubus), cake (lempengan), chip (emping) atau hijauan
Banyak jenis makanan kucing beredar di pasaran. Semua ada plus minusnya. Sebaik-baiknya makanan kucing sih daging alami ya, baik yang mentah atau yang direbus. Menurut saya sih. Karena kucing itu ka dilahirkan sebagai binatang karnivora. Makanan karnivora ya daging, ikan, unggas. Ingat kan pelajaran SD dulu. Kibbles alias biskuit kucing emang praktis. Dibuat dengan aneka jenis bahan. Karenanya kadang ada ga cocoknya juga. Jasa Penulis Artikel
Posting Komentar